PENERAPAN KOMPOSISI UKIRAN

Konsep, Kaidah dan Desain Ragam Hias Ukiran pada Sebuah Produk

Oleh Aji Koswara

Pelatihan Desain dan Ukir Kayu 2010, Tim FSRD ITB & PPPPTK Seni dan Budaya Yogyakarta.


  1. PENDAHULUAN

    Elemen ukiran pada suatu produk seringkali keberadaannya ditafsirkan dengan pandangan yang beragam.. Penafsiran yang beragam itu disebabkan oleh sifat umum dari fungsi ukiran yaitu untuk memperindah atau mempercantik suatu barang atau produk. Lebih jauh lagi pandangan mengenai ukiran pada masa kini juga sering menjadi perdebatan yang menarik mengenai perlu tidaknya suatu produk memiliki ornamen ukiran. Ukiran itu jika diperlukan, maka apa tujuan dan bagaimana desain serta penempatannya? Pertanyan seperti itu memberikan tantangan baru bagi rancangan ukiran pada produk yang sesuai dengan kebutuhan masa kini. Walaupun demikian, ukiran dan unsur visual desain lainnya pada suatu produk selayaknya ditempatkan sebagai suatu yang “melebur”, menjadi suatu kesatuan yang utuh. Akibatnya adalah bahwa proses perancangannya menempatkan ‘ukiran’ sebagai unsur visual bersama-sama dengan unsur visual desian lainnya yang terdiri dari : titik, garis, bidang, tekstur, warna dan volume serta ukiran. Dari semua pandangan mengenai ukiran, ada hal yang tampaknya menununjukan kesepakatan pandangan, yaitu bahwa daya tarik suatu ukiran tercermin dari kekaguman terhadap keterampilan tangan pengukirnya yang membawa pada penjelajahan nilai dan atau simbol yang ingin disampaikannya. Nilai yang paling sederhana adalah nilai keindahan ukiran yang sifatnya sangat subyektif, dirasakan melalui indera penglihatan dan indera rasa.

     

  2. TUJUAN PEMBELAJARAN

    Setelah selesai mengikuti pembelajaran atau pelatihan ini, peserta pelatihan diharapkan memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang ukiran serta dapat membuat rancangan ukiran yang estetis pada suatu produk.

  3. PENDEKATAN PEMBELAJARAN

    Pendekatan pembelajaran yang digunakan adalah pendekatan pembelajaran pemecahan masalah melalui pola-pola berpikir kreatif dengan teknik pemberian stimulan berupa teks dan gambar-gambar sketsa. Bobot pembelajaran teori dan praktek 30% berbanding 70%, yang disampaikan secara

     

  4. KONSEP DESAIN, KAIDAH RAGAM HIAS UKIRAN PADA SUATU PRODUK

    Ukiran pada hakehatnya keberadaannya tidak bisa berdiri sendiri, ukiran dirancang untuk menjadi bagian dari suatu barang atau produk, baik produk barang 2 dimensi maupun produk barang 3 dimensi. Dari aspek pembelajaran Bahan ajar ukiran dapat dikategorikan sebagai : (a)Bahan ajar yang sifatnya keterampilan teknis, (b) Bahan ajar yang berkaitan dengan gagasan-gagasan kreatif.

     

    D.1 Konsep Desain Ragam Hias

    Konsep Desain Ragam hias pada suatu produk akan berkaitan dengan gagasan-gagasan kreatif penciptaan desain ragam hias pada suatu produk. Ukiran terkait erat dengan karakteristik teknik atau alat yang digunakan yaitu pahat ukir, maka secara konsep, Desain Ragam hias ukiran akan berhubungan dengan pemikiran mengenai: (a) Ukiran secara konseptual merupakan bagian utuh dari rancangan suatu produk yang memiliki tema atau konsep tertentu. Artinya ukiran merupakan bagian dari suatu produk yang memiliki aspek kegunaan tertentu. (b)Desain Ragam hias ukiran sebaiknya mengeksplorasi kekuatan-kekuatan yang dimungkinkan oleh penggunaan pahat ukir yang tidak dapat dilakukan oleh peralatan lain dan (c) Ukiran merupakan hasil pekerjaan tangan yang sangat cermat, teliti tetapi tidak memperlihatkan kesamaan mutlak pada detail-detail jejak pahatannya, bahkan seringkali pada raut bentuk yang lebih besar, sehingga tidak menjadi semacam produk masal yang bisa dilakukan dengan bantuan peralatan mesin kayu atau hasil pengunaan “copying machine’.

 

D.2 Kaidah Desain Ragam Hias

Kaidah dalam ukiran menjadi sangat penting jika ukiran yang dibuat dengan motif, teknik serta gaya-gaya ukiran klasik hasil para pengukir pendahulu yang mumpuni, yang keberadaannya diakui secara luas. Kaidah itu akan berkaitan dengan bentuk permukaan, motif yang digunakan, arah dan gerak motif, makna, simbol serta tempat pada produk dimana ukiran itu ditempatkan. Kaidah-kaidah itu sebaiknya dipelajari lebih mendalam secara terpisah karena akan menyangkut aspek yang sangat kompleks seperti aspek komparasi dan perkembangan budaya. Ini penting untuk dipelajarai secara bertahap sebagai penghargaan atau penghormatan pada para pengukir pendahulu, para Mpu yang berhasil mengembangkan bahkan menciptakan gaya ukiran yang dikenal luas di berbagai negara.

Keragaman tampak pada berbagai aspek misalnya Ragam hias Pajajaran memiliki Pokok: semua daun atau bunga besar maupun kecil dibuat cembung. Ragam hias Pajajaran memiliki Culo besar atau kecil berbentuk cembung. Ragam Hias Bali memiliki Pokok: cembung dan cekung serta memiliki sunggar, yaitu sehelai daun yang tumbuh membalik dimuka berbentuk berbentuk krawingan, tumbuh dari ulir bagian benang. Ragam hias Jepara garis besar motifnya berbentuk prisma-segitiga yang melingkar-lingkar dan pada penghabisan lingkaran berpecah menjadi beberapa helai daun menuju ke bagian gagang atau pokok. Kaidah-kaidah tersebut secara visual menunjukan karakteristik ragam hiasan tertentu. Di Jawa dan Bali terdapat banyak gaya ukiran yang sudah dikenal dan diakui secara luas seperti : Gaya ukiran Pajajaran, Cirebon, Pekalongan, Mataram, Majapahit, Bali, dan Madura. Tiap perbedaan gaya atau ragam hias memperlihatkan karakteristik tersendiri. Perbedaan keindahann dari masing-masing gaya akan lebih dapat dirasakan ketika berhadapan langsung dengan ukiran yang menjadi bagian dari produk atau barang. Artinya adalah, bahwa kaidah bagi sebuah karya ukiran juga menyangkut pada kedekatan atau persamaan yang dapat dirasakan oleh para pemerhatinya. Sebagai contoh amatilah gaya ukiran Madura dan kemudian perbandingkanlah dengan gaya ukiran Jepara, maka apa yang dikemukakan di atas akan dapat lebih dirasakan keberadaannya, terutama dalam upaya memahami kaidah-kaidah ukiran.

Ragam hias ukiran juga berkembang sejalan dengan kebutuhan masyarakat masa kini, maka terbuka kemungkinan pada tumbuhnya gagasan-gagasan baru ragam hias ukiran. Keberadaan kaidah tentunya didahului oleh kebakuan yang diakui keberadaannya di masyarakat, maka ragam-ragam hias masa kini dapat menempatkan kaidah-kaidah ukiran klasik sebagai rambu-rambu dalam proses kreatif penciptaan ragam hias ukiran baru dan membuka luas peluang bagi tumbuhnya kaidah baru bagi ukiran.

 

  1. DESAIN RAGAM HIAS UKIRAN

    Desain ragam hias ukiran dapat berada pada barang produk atau pada karya Desain Arsitektur. Konsep dan Kaidah pada keduanya pada hakekatnya sama, hanya pada aspek dimensi ruang yang memberi nuansa perbedaan dan berpengaruh pada pilihan gaya, detail dan penempatannya.

  2. BEBERAPA GAGASAN STUDI DESAIN RAGAM HIAS UKIRAN PADA PRODUK.

F1. Studi 1A

Gambar No: F1/1

Pengantar Studi Ruang ‘3 Dimensi’ Pada Bidang datar

 

F1. Studi 1B

Studi 1B: ‘Ruang 3 Dimensi” pada Ukiran Bidang datar

(Lihat Gambar No: F1/1)

Tujuan Pelatihan:

Setelah melakukan latihan ini peserta pelatihan dapat menggambarkan ruang

‘3 Dimensi’ ukiran pada kayu bidang datar, dengan memanfaatkan faktor penempatan obyek ukiran secara perspektifis dan komposisi kedalaman dan kedangkalan ruang, serta perbedaan dimensi antara obyek yang beada di depan dan yang dibelakang.

Pengantar Latihan Praktek Desain

  1. Tentukan bentuk geometris yang akan dijadikan sebagai obyek studi, misalnya : Bola, kerucut, silinder, limas atau kubus.
  2. Letakan bola diantara satu bidang datar (disini contohnya Dinding tembok bata). Bidang tersebut bisa berupa bidang, atau garis atau kumpulan titik.
  3. Tempatkan raut bentuk bola pada: (c1) Tempatkan bola kedua-duanya pada anak tangga, (c2) Tempatkan bola satu di atas anak tangga dan bola lainnya di depan bidang dinding bata dan (c3). Tentukan penempatan bola yang satu dibelakang bidang dinding bata dan bola lainnya didepan bidang dinding bata.
  4. Perhatikan ketiga gambar tersebut, kemudian bandingkan dan rasakan ruang ‘3 dimensi’ yang terjadi pada ketiganya.

 

Latihan


Buatlah latihan seperti di atas dengan menggunakan motif yang berbeda (pengganti bola) serta unsur visual pembatas yang lain (pengganti bidang bata), dengan susunan yang disesuaikan dengan karakteristik elemen visual yang berbeda . Amati hasilnya dan kembangkan ke kemungkinan-kemungkinan diperolehnya ruang ‘3 dimensi’ yang lain lagi.

Hasil Latihan

Hasil latihan akan berupa gambar sketsa ruang ‘3 Dimensi’ yang digambar pada satu lembar kertas gambar yang terpisah.

 

F2.Studi 2A

 Gambar No: F2/2

Studi Awal Sketsa Motif Tumbuhan

 

F2. Studi 2B

Studi 2B: Sketsa Awal Desain Ukiran Motif Tumbuhan

(Lihat Gambar No: F2/2 )

A. Tujuan Pelatihan:

Setelah melakukan latihan peserta diharapkan dapat membuat sketsa tumbuhan yang merupakan keterampilan awal dalam membuat Desain Ukiran motif tumbuhan pada bidang datar.

 

B. Pengantar Latihan Praktek Desain

(a). Amatilah lingkungan tumbuhan di sekitar kita, kemudian pilihlah satu pohon atau satu kelompok pohon dan buatlah gambar sketsanya yang struktur keseluruhan dan detailnya dibuat semirip mungkin dengan pohon yang sebenarnya.

  1. Gambar sketsa Garis-garis (gambar tangkai atau rantingnya) dan bidang-bidang (daunnya) mungkin terlalu riuh atau ramai untuk dibentuk oleh pahat ukir.
  2. Lakukan pengamatan terhadap gambar tersebut meliputi bentuk keseluruhan, keseimbangannya, garis-garisnya, bidang-bidangnya, titik dan unsur visual lainnya yang ada pada gambar tersebut.
  3. Perhatikan dan amati sketsa yang saudara buat dan tentukan inti dari keseluruhan struktur pohon, konfigurasi bidang-bidang (daun) dan elemen-elemen yang tidak esensial dihilangkan.
  4. Buatlah sketsa desain ukiran motif tumbuhan yang merupakan perkembangan dari gambar sketsa awal yang telah dibuat sebelumnya.

 

C. Latihan

Buatlah latihan seperti di atas dengan menggunakan motif tumbuhan yang ada diseliling, selanjutnya dikembangkan menjadi sketsa desain motif ukiran tumbuhan yang siap untuk diterapkan..

D. Hasil Latihan

Hasil latihan akan berupa: (a) Sketsa gambar tumbuhan, (b) Sketsa gambar desain ukiran yang merupakan pengembangan dari sketsa (a).


F3.Studi 3A

 

Gambar No: F3/3

Gambar struktur motif tumbuhan sebelum diperkaya

untuk menjadi suatu motif ukiran

F3. Studi 3B

Studi 3B: Sketsa Awal Desain Ukiran Motif Tumbuhan

(Lihat Gambar No: F3/3 )

 

  1. Tujuan Pelatihan:

    Setelah melakukan latihan peserta diharapkan dapat membuat sketsa sketsa struktur batang pohon, cabang dan ranting pohon yang membentuk suatu pohon.

     

  2. Pengantar Latihan Praktek Desain

    Tidak semua cabang atau ranting pohon yang ada harus digambar, pilih da tentukan cabang dan ranting pohon yang secara keseluruhan satu dengan yang lainnya memiliki nilai estetis.

    1. Amatilah lingkungan tumbuhan di sekitar kita, kemudian pilihlah satu pohon atau satu kelompok pohon dan buatlah gambar sketsa struktur pohon keseluruhan (sketsa 1)
    2. Perhatikan gambar sketsa tersebut, mungkin saja cabang atau ranting pohonnya terlalu kompleks atau rumit, atau barangkali kurang banyak sehingga terkesan kosong. Tambahkan atau kurangi batang atau ranting sehingga pohon tampak lebih menarik (sketsa 2)
    3. Gambar sketsa Garis-garis (gambar tangkai atau rantingnya) dan bidang-bidang (daunnya) mungkin terlalu riuh atau ramai untuk dibentuk oleh pahat ukir, kurangi dan seimbangkan (sketsa 3) dan seterusnya.
    4. Lakukan pengamatan terhadap gambar tersebut meliputi bentuk keseluruhan, keseimbangannya, garis-garisnya, bidang-bidangnya, titik dan unsur visual lainnya yang ada pada gambar tersebut.
    5. Perhatikan dan amati sketsa yang saudara buat dan tentukan inti dari keseluruhan struktur pohon, konfigurasi bidang-bidang (daun) dan elemen-elemen yang tidak esensial dihilangkan.
    6. Buatlah sketsa desain ukiran motif tumbuhan yang merupakan perkembangan dari gambar sketsa awal yang telah dibuat sebelumnya.

 

  1. Latihan

    Buatlah latihan seperti di atas dengan menggunakan motif tumbuhan yang ada diseliling, selanjutnya dikembangkan menjadi sketsa desain motif ukiran tumbuhan yang siap untuk diterapkan..

     

  2. Hasil Latihan

    Hasil latihan akan berupa: (a) Sketsa gambar tumbuhan, (b) Sketsa gambar desain ukiran yang merupakan pengembangan dari sketsa (1.2 dan seterusnya).

F4.Studi 4A


 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar No: F4/4

Sketsa Motif Bunga Azalia

 

F4. Studi 4B

Studi 4B: Sketsa Awal Desain Ukiran Motif Bunga

(Lihat Gambar No: F4/4)

 

  1. Tujuan Pelatihan:

    Setelah melakukan latihan ini peserta latihan dapat membuat sketsa awal ukiran motif tumbuhan dengan gaya naturalis dan dapat membuat sketsa ukiran motif bunga dari sketsa motif tumbuhan awal.

 

  1. Pengantar Praktek Latihan Desain
    1. Garis-garis pada gambar sketsa bunga No: F4/4 memperlihatkan gambar garis-garis dan bidang yang lebih jelas, tetapi masih belum cukup untuk dijadikan sebagai gambar sketsa desain ukiran yang siap digunakan.
    2. Elemen visual garis dan bidangnya perlu ditambah atau dikurangi sesuai dengan kebutuhan untuk mewujudkan ukiran yang terkesan garis-garisnya luwes sesuai dengan karakteristik bunga.
    3. Pengamatan dilanjutkan dengan mencari setangkai bunga dan ranting kecilnya kemudian buatlah gambar sketsa desainnya.
    4. Perhatikan elemen-elemen visual yang digambar karena setiap titik, garis atau bidang akan dibentuk oleh pahat ukir yang sesuai dengan dimensi yang telah ditentukan melalui gambar sketsa.
    5. Pola penempatan motif dapat dilakukan dengan studi-studi sederhana seperti tampak pada gambar berikut:


 

Gambar No: F4/4A

Studi penempatan pola bunga pada bidang motif ukiran

Studi motif bunga bisa dikembangkan dengan studi penempatan motif bunga pada berbagai raut bentuk bidang dan pengembangan motif itu sendiri.

 

  1. Hasil latihan

    Hasil latihan berupa gambar sketsa Desain Ukiran Motif Bunga digambar pada kertas gambar yang terpisah.

 

F5. Studi 5A, B, C, D

 

 

Gambar No:F5/5A

Sketsa awal desain ukiran motif tumbuhan merambat.


Gambar No:F5/5B

Sketsa awal desain ukiran motif tumbuhan merambat

 


Gambar No:F5/5C

Sketsa awal desain ukiran motif tumbuhan merambat.

 

 

Gambar No:F5/5D

Sketsa awal desain ukiran motif tumbuhan merambat.

 

F6. Studi 6A

Studi 6B: Sketsa awal desain ukiran motif tumbuhan merambat

(Lihat Gambar No: F5/5A,B,C,D)

 

A. Tujuan Latihan:

Setelah melakukan latihan ini peserta latihan mengetahui dan dapat membuat sketsa awal ukiran motif tumbuhan merambat dengan gaya naturalis dan dapat membuat sketsa ukiran motif bunga dari sketsa motif tumbuhan awal.

  1. Pengantar Praktek/Latihan Desain
  1. Tiga gambar yang diletakan berurutan ke bawah memperlihatkan langkah-langkah dalam mencari pola-pola arah dan gerak motif tumbuhan merambat.
  2. Terdapat banyak kemungkinan jumlah langkah yang dapat digunakan, bisa tiga langkah atau bahkan sampai lima langkah.
  3. Elemen visual garis yang memiliki arah dan gerak merupakan tempat untuk menempatkan elemen visual lainnya seperti bidang yang berupa daun, bunga atau buah.
  4. Studi ini memiliki kemungkinan yang luas, sebagai contoh berapa ratus raut kontur motif daun yang bisa digambar dan juga distilir sehingga menjadi raut bentuk yang menarik.
  5. Penempatan dan kepadatan ruang antara daun dengan daun, daun dengan ranting dengan buah dan seterusnya berpengaruh pada pilihan desain yang hendak dimunculkan.
  6. Perlu berhenti sejenak untuk mengamati secara lebih mendalam apakah konfigurasi yan dibuat sudah ‘baik’.
  7. Perhatikan elemen-elemen visual yang digambar karena setiap titik, garis atau bidang akan dibentuk oleh pahat ukir yang sesuai dengan dimensi yang telah ditentukan melalui gambar sketsa.

 

  1. Latihan

    Dengan pola pemikiran yang serupa dan dapat diperkaya dengan gagasan yang muncul selama proses latihan, buatlah Ragam Hias tumbuhan merambat yang lebih menarik.

     

  2. Hasil Latihan

    Hasil latihan berupa gambar sketsa Desain Ukiran Motif Tumbuhan merambat yang digambara pada kertas gambar yang terpisah.


  1. BEBERAPA GAGASAN STUDI DESAIN RAGAM HIAS UKIRAN PADA PRODUK.

 

F7.Studi 7A

F7. Studi 7B

Studi 6B: ‘Ranting Pohon’ sebagai Gagasan Desain Ukiran

(Lihat Gambar No: F7/7A)

 

Tahap-tahap pembelajaran:

  1. Tujuan Latihan:

    Setelah melakukan latihan ini peserta latihan dapat memilih dan menentukan raut visual dalam membuat sketsa awal ukiran motif tumbuhan dan mampu memperkaya dengan menambahkan elemen visual lainnya dalam satu konfigurasi elemen-elemen visual baru.

     

  2. Pengantar Praktek/Latihan Lihat Gambar No: F7/7A:
    1. Gambarlah kontur sebatang ranting pohon yang bentuknya memiliki daya tarik estetis tertentu.
    2. Buatlah beberapa raut ranting-ranting yang serupa.
    3. Susunlah ranting-ranting yang serupa dengan pola tertentu, misalnya dengan menempatkan, berjajar, bersinggungan, saling tumpang tindih, begitu juga arahnya: tegak lurus, miring atau berbaring
    4. Pada awal penyusunan elemen-elemen visual, gunakanlah teknik pola ulang, kemudian kembangkan ke pola-pola atau konfigurasi kreatif yang lain.
    5. Perkayalah elemen visual ranting dengan unsur visual lainnya seperti bidang, atau tekstur serta bentuk atau volume. Elemen visual itu dapat berupa buna, buah atau daun dan tekstur.
    6. Penyusunan elemen visual ukiran juga akan diperkaya nilai-nilai yang hanya dapat dirasakan dengan indera rasa, jika sejak awal dan selama penyusunan di tentukan tema ukiran yang diinginkan.
    1. Latihan

      Buatlah gambar sketsa pengembangan desain ukiran dari ide”Ranting pohon”, dengan menambahkan dan mengurangi elemen viaual yang tidak perlu.

  1. Hasil Latihan

    Hasil latihan berupa gambar sketsa Desain Ukiran Motif motif tumbuhan merambat digambar pada kertas gambar yang terpisah.

F8. Studi 8A


 

F9. Studi 9A


 

 F10. Studi 10A

 

 

F11. Studi 11A


F12. Studi 12A


F13. Studi 13A

 

F14. Studi 14A


F15. Studi 15A


F16. Studi 16A


DAFTAR PUSTAKA

Koswara Aji. (1996). Ukiran jepara. Tesis Magister ITB. Bandung: Tidak dipublikasikan.

Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Jepara. (1976). Risalah dan Kumpulan Perkembanagn Seni ukir Jepara. Jepara: Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Jepara.

Sudarmono dan Sukijo. ((1979). Pengetahuan Teknologi Kerajinan Ukir
Kayu. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan 1979.

The Pepin Press. (1998). Indonesian Ornamental Design. Singapore: The Pepin Press.

TRANSFORMASI BENTUK DALAM UKIRAN

Oleh Widihardjo

Pelatihan Desain Ukiran Kayu 2010, Tim FSRD ITB & PPPPTK Seni dan Budaya Yogyakarta

1. Tentang Dasar Komposisi

Dalam membuat suatu komposisi bentuk diperlukan pengetahuan dasar tentang prinsip Organisasi Visual dan Elemen atau Unsur Visual. Dengan memahami karakter dari kedua aspek di atas dapat dibuat berbagai bentuk komposisi visual yang sesuai dengan tujuan pembuatan komposisi yang ditetapkan. Baik elemen maupun prinsip visual bisa digunakan untuk mengolah unsur bentuk baik yang bersumber pada bentuk geometrik yang bersifat abstrak maupun bentuk organis yang bersumber dari alam.

Bentuk geometris bersumber dari rekaan pikiran manusia, sehingga karakternya bersifat logis dan strukturnya bisa diukur dengan alat. Sedangkan bentuk organis yang bersumber dari alam memiliki karakter yang khas yaitu tumbuh bebas sesuai dengan sifat alam yang memiliki hukumnya sendiri.

Kedua sumber bentuk tersebut dengan demikian harus dipahami sifat dan potensinya bila akan digunakan untuk membuat suatu bentuk transformasi dalam komposisi tertentu.

Prinsip organisasi visual bisa dicapai melalui berbagai cara ungkap yaitu :

  • Repetisi atau pengulangan,
  • Variasi,
  • Proporsi,
  • Transisi,
  • Penekanan,
  • Keseimbangan.

Elemen visual terdiri atas :

  • Titik,
  • Garis,
  • Bidang,
  • Volume,
  • Tekstur,
  • Warna.

 Elemen visual ini biasa disebut juga sebagai Elemen Konseptual. Dalam suatu komposisi antara elemen satu dengan lainnya memiliki ciri-ciri tertentu yang dipengaruhi oleh beberapa karakter posisi elemennya.

Karakter hubungan ini disebut Elemen Relasional yang terdiri atas :

  • Arah (Direction),
  • Posisi (Position),
  • Ruang (Space),
  • Daya Tarik (Gravity).

Secara praktik elemen yang terkait meliputi Elemen Praktik yang terdiri atas :

  • Representation, mencakup bentuk natural (alam), stilasi dan abstrak.
  • Meaning, berisi pesan yang dikandungnya,
  • Function yaitu berkaitan dengan nilai guna.

 Komposisi bisa dibuat dengan kesan datar dua dimens ional dan tiga dimensional yang didasarkan pada Prinsip Organisasi Ruang, terdiri dari bentuk:

  • Memusat, komposisi berorientasi pada pusat baik dalam arah menuju atau dari titik pusat,
  • Linier, kompisisi yang berorientasi pada garis sejajar,
  • Radiasi, komposisi yang mengikuti arah memutar, berlapis sejajar,
  • Kelompok, komposisi terdiri atas susunan kelompok,
  • Grid, komposisi yang didasarkan pada bidang yang dihasilkan oleh grid (garis potong yang membentuk bidang).

 Dengan memahami dan menguasai hal-hal di atas maka suatu komposisi yang baik bisa dikonsepkan dengan teliti dan bisa dievaluasi hasilnya dengan mudah.

2. Tentang Bentuk Dasar Geometris dan Organis

Sumber bentuk yang dipakai untuk membuat suatu komposisi bisa bersumber dari bentuk geometris maupun organis. Bentuk geometris adalah bentuk dasar yang dihasilkan oleh pikiran manusia yang terdiri dari tiga unsur bentuk dasar yaitu : bentuk segi tiga (triangle), bentuk segi empat (tetragon), dan bentuk lingkaran.

Bentuk ditentukan oleh batas pinggir dari bidang yang seringkali berupa garis. Bentuk tersebut berdimensi datar dan disebut poligon. Poligon memiliki batas bentuk yang berujud segi tiga (triangle), segi empat (tetragon), segi lima (pentagon), segi enam (hexagon).


Bentuk poligon memiliki sifat yang ditentukan oleh garis batas luarnya yang disebut convex poligon bila garis luarnya menonjol ke arah luar sehingga bentuknya menjadi gemuk. Sedangkan bila garis luarnya melengkung ke arah dalam disebut concav poligon. Guna dari bentuk convex dan concav tersebut adalah untuk menghasilkan image dimensi bila digunakan pada penggabungan dua atau lebih bentuknya.

Bentuk poligon terdiri atas dua bentuk reguler dan nonreguler. Bentuk reguler (teratur) terdiri atas :

  • Konstruksi reguler : segi tiga, bujur sangkar, lingkaran.
  • Pembagian ke dalam bidang-bidang yang bisa sama besar atau besar dan kecil dengan bentuk yang sama, misalnya bujur sangkar dibagi empat bagian, kemudian bagiannya dibagi lagi lebih kecil, dan seterusnya.
  • Keseimbangan simetris,

     

  • Penggabungan tessellations yaitu membuat gabungan poligon. Dengan prinsip tessellations ini bisa dibuat berbagai komposisi, sehingga menghasilkan berbagai image. Prinsip tesellations ini bisa menghasilkan bentuk puzzle dan pola transisi bentuk.

 Bentuk dasar geometris memiliki karakter dasar yang mengandung nilai yang bersifat tematis. Segi tiga mengandung nilai arah. Segi empat bersifat statis, kokoh dan kaku. Lingkaran bersifat memusat, mandiri, labil. Berdasarkan sifat dasar tersebut maka suatu komposisi bisa dirancang kandungan nilainya.

 Selain bentuk di atas terdapat pola bentuk yang sudah dikenal luas sebagai suatu pola yang menarik untuk digunakan membuat komposisi yaitu : Mandala, Lattice, dan bentuk Axonometri.

Bentuk organis yang bersumbar dari alam (bentuk alam) memiliki nilai dan sifat yang sangat banyak. Bentuk yang ada di alam bisa memiliki karakter yang kuat pada unsur pembentuknya. Misalnya terdapat bentuk yang dominan pada untuk titik, atau garis, atau juga bidang. Karena bentuk organis bersifat tumbuh, maka karakter bentuknya tidak bisa dikonstruksikan ke dalam bentuk geometris. Untuk bisa mengadopsi bentuk alam dibutuhkan kemampuan menganalisis karakter yang dominan dan kemampuan mengabstraksikan dengan cara menyederhanakan struktur dan bentuknya.

 Bentuk organis memiliki sifat yang khas, sehingga bila digunakan untuk membuat komposisi lebih bisa menghasilkan karakter yang dinamis dan berkesan lebih hidup.

 Beberapa karakter yang bisa diambil dari bentuk alam ini antara lain adalah :

  • Cross Section (potongan melintang) dari suatu benda alam, misalnya buah-buahan yang dipotong melintang akan menghasilkan suatu pola bentuk yang khas.


  • Sistim Axial menghasilkan bentuk simetris dlm dimensi bidang maupun garis


 Eksplorasi Pola dari bunga, sarang laba-laba, daun dan sebagainya bisa menghasilkan bentuk yang menarik.

 

  • Sistim Cabang/pencabangan misalnya cabang daun, cabang bunga.

 

 Sistim Cluster/kelompok berupa elemen bentuk yang berkelompok, misalnya kelopak bunga.

  • Pola Kristal yaitu bentuk runcing yang terdapat pada batuan, pohon yang meninggi, kerang.
  • Meander bentuk yang menyerupai awan.

Dari bentuk di atas bisa diperoleh banyak gagasan untuk menghasilkan suatu komposisi.

3. Tentang Form Generator (Penghasil Bentuk)
Teori tentang form generator digunakan untuk menghasilkan bentuk yang bisa dijadikan elemen komposisi. Unsur pembentuk elemen ini terdiri dari : tititk (point), garis (line), bidang (plane), dan volume yang berkaitan dengan ruang.

Titik sebagai elemen awal bisa mengahsilkan Garis dengan cara menggerakannya dari suatu posisi ke arah lainnya. Garis bila digerakkan dengan mengangkatnya akan menghasilkan Bidang. Bidang bila diolah dengan cara menyusun dengan mempertemukan bagian pinggirnya (batas) satu dengan lainnya akan menghasilkan ruang.

Dengan demikian hakekat dari proses membuat suatu bentuk bisa dimulai dari ketiga elemen tersebut.

Titik sebagai elemen yang bisa dilihat dapat menghasilkan :

  • Garis dan arah,
  • Berfungsi membagi ruang,
  • Menghasilkan bidang visual,
  • Menghasilkan ruang,
  • Menghasilkan gerakan dan gravitasi,
  • Menghasilkan pola.

 Garis memiliki karakter bentuk dan kualitas`permukaan, bisa lurus dan melengkung, tipis-tebal, solid-terputus-putus. Garis juga bisa berfungsi sebagai :

  • Pembagi ruang,
  • Mendeskripsikan suatu nilai bentuk,
  • Merepresentasikan karakter suatu permukaan benda,
  • Membentuk pola,
  • Sebagai notasi sistim (barcode komputer),
  • Sebagai media ekspresi pada karya seni,
  • Menghasilkan ilusi,
  • Menghasikan tone,
  • Merepresentasikan alam,
  • Merepresentasikan produk buatan manusia.

 Bidang merupakan hamparan bentuk yang merpresentasikan permukaan yang datar (dua dimensi). Bidang dan bentuk ditentukan oleh batas`pinggir berupa garis atau akhir suatu bidang. Bentuk datar dikenal sebagai poligon yang memiliki jenis sudut batas tertentu, sehingga menghasilkan suatu pengertian bentuk, seperti sudut tiga menghasilkan bentuk segi tiga (triangle), bersudut empat mengahsilakn segi empat atau bujur sangkat (tetragon), bersudut lima menghasilkan bentuk segi lima (pentagon), bersudut enem menghasilkan bentuk segi enam (hexagon).

Dengan sifat convex dan concave pada poligon dapat dihasilkan bentuk yang bila digabungkan (tessellation) menghasilkan image bentuk yang kaya.



 Volume (ruang) merupakan suatu konsep yang menjelaskan bidang yang bergerak dan memiliki arah membentuk ruang tiga dimensi yang dibatasi oleh bidang-bidang tersebut. Volume dihasilkan oleh adanya batas-batas bidang yang menghasilkan struktur bentuk tiga dimensional. Bentuk benda yang dihasilkan bisa bersifat solid ataupun berongga.

 Representasi volume bisa dicapai melalui benda tiga dimensional yang riil maupun hanya berupa kesan visual. Volume yang ditimbulkan oleh kesan visual bisa dikembangkan melalui gambar proyeksi seperti perspeftif, oblique,dan axonometri.

 Dengan membuat susunan bentuk berdasarkan elemen-elemen di atas bisa dihasilkan beragam bentuk dengan kesan dua dimensional maupun tiga dimensional.



 4. Tentang Transformasi Bentuk

Transformasi bentuk merupakan proses perubahan bentuk secara bertahap (gradual) dari suatu bentuk tertentu atau bentuk struktur atau komposisi ke bentuk lain.

Banyak cara bisa digunakan untuk mengubah suatu bentuk ke bentuk lainnya, antara lain dengan melakukan penyederhanakan unsur bentuknya atau menonjolkan salah satu bagian dari bentuk dan merubahnya secara bertahap.

Cara yang lazim digunakan dalam membuat transformasi bentuk adalah :

  • Melalui asosiasi dari suatu bentuk ke bentuk lainnya. Kemampuan asosiasi ini sangat tergantung pada daya imaginasi ketika melihat obyek bentuk yang akan ditransformasikan. Untuk itu diperlukan kemampuan kreatif yang memungkinkan fleksibilitas image bekerja untuk melakukan eksplorasi.

 

 Melalui proses penambahan atau pengurangan dari obyek yang akan ditransformasikan. Cara ini memerlukan kejelian dalam melihat potensi bagian bentuk obyek yang akan ditransformasikan, sehingga karakter baru dari bentuk yang akan dihasilkan bisa diperjelas artinya/maknanya.

 

 Dengan transformasi bentuk suatu bentuk obyek akan berubah menjadi bentuk obyek yang lain. Dengan melalui perubahan yang bertahap, maka setiap tahapan bentuk yang berubah akan menimbulkan kesan ‘animatif’ sehingga tahapan perbahannya bisa dilihat dengan jelas dan menimbulkan perasaan yang ‘mengalir’ dari suatu bentuk benda yang memiliki nilai dan makna tertentu menjadi bentuk benda baru yang bernilai dan bermakna baru pula.

Proses transformasi bentuk bisa dilakukan pada benda atau obyek apapun, baik yang berasal dari benda di alam maupun benda buatan manusia (produk industri). Transformasi bisa dilakukan pada unsur atau elemen bentuk visual titik, garis, atau bidang.



Untuk bisa memantau tahapan perubahan bentuk yang ditransformasikan sistim komposisi yang digunakan harus yang bisa mendukungnya. Bidang komposisi yang biasa digunakan adalah bidang komposisi yang tebagi dalam bentuk grid. Bidang komposisi dengan grid bisa disusun sesuai dengan kebutuhan, misalnya bentuk bujur sangkar akan menghasilkan jumlah grid yang sama pada arah vertikal dan horisontalnya, maupun diagonalnya.


Referensi

 Charles Wallschlaeger & Cynthia Busic Snyder, Basic Visual Conceps and Principles for Artists, Architects, and Designers, Win C Brown Publisher, USA, 1992.

Nicholas Roukes, Design Synectic, Stimulating Dreativity in Design, Davis Publications, Worcester, Massachusetts, 1988.

Wucius Wong, Principles of Form and Design, Van Nostrand Reinhold Company, New York, 1993.

 

KOMPOSISI ESTETIK UKIRAN

Elemen Visual pada Ornamen oleh Aji Koswara

Pelatihan Desain dan Ukir Kayu 2010, Tim FSRD ITB & PPPPTK Seni dan Budaya Yogyakarta.

 

 PENDAHULUAN

  1. Ornamen ukiran di desain untuk memberikan keindahan tertentu pada suatu barang atau produk, walaupun demikian secara estetis keberadaannya pada benda atau produk harus ditempatkan sebagai satu keseluruhan dari keseluruhan suatu produk, bukan sesuatu yang ditempelkan atau ditambahkan. Ornamen ukiran menjadi elemen yang bersama-sama dengan elemen lainnya memberi kontribusi pada baik buruknya suatu produk. Kegiatan merancang ornamen merupakan bagian dari keseluruhan kegiatan merancang suatu produk. Kedudukan ornamen yang demikian menyebabkan ornamen ukiran tidak saja hanya untuk memperidah suatu produk tetapi juga digunakan untuk menyampaikan tema atau bahkan makna-makna simbolis tertentu.

    Keberadaan keduanya penting, khususnya karena konteks pembelajaran ini menempatkan gagasan-gagasan kreatif sebagai dasar untuk dapat mendesain ornamen ukiran pada suatu benda atau produk tertentu. Pemahaman yang mendalam tentang keberadaan keduanya diperlukan untuk dapat melihat, mempelajari dan memahami dan menghargai karya-karya ukiran para “Mpu”, para ahli yang mumpuni di berbagai negara, serta para pengukir yang telah menghasilkan karya-karya ukir yang secara signifikan diakui keindahan karyanya sebagai gaya ukiran adiluhung yang mencitrakan perajin dan asal atau sejarah keberadaannya.

  2. TUJUAN PEMBELAJARAN

    Setelah selesai mengikuti pembelajaran atau pelatihan ini, peserta pelatihan diharapkan memiliki pengetahuan dan pemahaman serta dapat membuat desain unsur-unsur visual ukiran, motif ukiran dan Ornamen ukiran pada suatu komposisi ukiran yang memiliki nilai estetis.

  3. PENDEKATAN PEMBELAJARAN

    Pendekatan pembelajaran yang digunakan adalah pendekatan pembelajaran individual, sehingga peserta didik dituntut untuk mengembangkan daya kreatifitasnya, sehingga tidak saja dapat mengetahui dan memahami pengetahuan yang disampaikan, tetapi dia juga dituntut untuk dapat merealisasikannya, berupa gambar-gambar rancangan komposisi ukiran.

  1. SALING HUBUNGAN ANTARA ELEMEN VISUAL, MOTIF DAN ORNAMEN UKIRAN.

    Pertanyaan mendasar yang menjadi pedoman dalam runtutan pembelajaran ini meliputi (1) Apa sajakah yang dimaksud dengan elemen visual ukiran?, (2) Bagaimanakah persamaan dan perbedaan antara elemen visual ukiran dengan elemen visual ornamen?, (3) Bagaimankah saling hubungan antara elemen visual, motif dan ornamen ukiran? dan yang ke (4) Bagaimanakah dasar penyusunan komposisi estetik pada ukiran?.

D.1 Elemen Visual Ukiran

Elemen visual ukiran terdiri dari: Titik, Garis, Bidang. Tekstur, Warna, Volume/Bentuk dan Bayangan . Elemen elemen visual itu tidak selalu muncul pada setiap ukiran dan kemunculannya sangat tergantung pada rancangan ukiran yang ingin ditampilkan. Elemen garis, bidang dan tekstur merupakan elemen yang selalu ada pada setiap ukiran. Ukiran dibentuk oleh pahat ukir yang membagi-bagi bidang dengan raut bentuk garis dan sekaligus bidang, serta jejak pahat ukir memberikan tekstur tertentu pada permukaan kayu serta menghadirkan volume cekung, cembung dan datar bahkan lubang yang tembus.


Gambar No: D/1

Elemen-Elemen Visual Garis, Bidang & Ruang.Motif Ukiran Jepara pada Pintu Lama Mesjid Jepara (Digambar kembali oleh: Aji.K 2010)

D.2 Motif Ukiran

    Motif ukiran dibentuk oleh sebagian atau seluruh elemen visual ukiran. Motif adalah suatu konfigurasi elemen visual yang disusun menjadi satu kesatuan yang menjadi suatu tema tertentu ketika diterapkan menjadi suatu ornamen. Misalnya motif tumbuhan, motif sulur-suluran atau motif bunga seperti pada motif Jepara di bawah ini.


Gambar No: D/2 Motif Bunga ( A, B) pada ukiran Jepara klasik

Digambar oleh Aji.K (2010)

Motif-motif di atas menunjukan citarasa estetik perajinnya yang tinggi, tampak di sini kemampuan menghadirkan ukiran bunga yang terkesan benar-benar 3 dimensi (gambar B) dengan proporsi persepektifis yang dibuat dengan cermat.

 

 Gambar No: D/3

Elemen garis dan bentukan Volume/Bentuk Ukiran I. (Aji.K :2010)

Perbedaan tinggi rendah dan bentuk permukaan hasil pahat ukir akan membentuk volume tertentu. Motif di sulur-suluran(Gambar No B/3), seakan menggambarkan satu sekuen, yang sekuen berikutnya merupakan pengulangan serta penyesuaian arah dan gerak motif dengan produk yang di desain dengan mengunakan ornamen ukiran tertentu. Pada motif semacam ini terbuka peluang pengayaan ornamen dengan menambahkan raut visual lainnya, jika dianggap akan memberi nilai tambah pada estetika produk.Motif di atas dibuat dengan memakai elemen visual garis, walaupun demikian ruang-ruang diantara garis membentu bidang baru. Tampak di sini bidang “daun” dan bidang dasar (“lemahan”). Daun dibentuk cekung dan ada perbedaan tinggi antara daun dan dasar ukiran sehngga membentuk volume.

 

 Gambar No: D/4

Elemen garis dan bentukan Volume/Bentuk . (Aji.K :2010)

 Pada gambar no B/4 tampak elemen garis sangat dominan, ini artinya bahwa rancangan ukiran bisa menghadirkan penguatan-penguatan penggunaan elemen visualnya. Motif ukiran dengan posisi simetris seperti ini berbeda pengembangannya dengan motif suluran pada gambar B/3. Posisinya yang simetris menyiratkan beberapa hal. Pertama: motif ini bida menjadi ornamen langsung jika dipergunakan seperti apa yang tampak sekarang. Misalnya pada Headboard tempat tidur, laci meja atau bidang-bidang lain yang cenderung simetris. Kedua, jika motif ini dipergunakan pada bidang lain yang berbeda dari yang pertama, maka motif ini jika diperlukan akan dapat diperpanjang ke arah kiri dan kekanan, tetapi kedudukannya tetap simetris. Masalah yang harus dihadapi adalah pengembangan desainnya, karena pada waktu memperpanjang ke kiri dan ke kanan. Motif yang sudah ada (B/4) mengikat kita untuk menghadirkan ornamen ukiran yang utuh secara estetis.

 

Gambar No: D/5

Elemen Garis dan Bentukan Volume pada Gaya Ukiran Bali Klasik. (Digambar kembali oleh Aji.K dari sumber “Risalah Perkembangan Seni ukir jepara 1979 , 2010)

Pada gaya ukiran klasik Bali, tampak elemen garis yang sangat lentur dan luwes, proporsi bidang-bidang yang dirancang memperlihatkan kepekaan dan cita rasa estetis tinggi akan komposisi garis dan bidang yang membentuk ruang tiga dimensi. Gaya ukiran klasik lainnya yang memiliki keindahan yang sama terkenalnya antara lain: Gaya ukiran Pajajaran, Jepara, Surakarta, Jogyakarta, Madura, Pekalongan, Majapahit, dan Mataram. Di Kalimantan, Sumatera, Papua , Toraja serta daerah-daerah lainya terdapat gaya ukiran yang keindahannya merupakan representasi dari budaya masyarakatnya dengan cita rasa estetik dan keterampilan tangan perajinnya yang sangat tinggi.Misalnya motif ukiran suku Dayak yang sangat unik, juga motif ukiran Toraja dengan bentuk geometris yang kaya makna, juga ukiran Minangkabau yang kaya warna dan ukiran dari Sumatera Utara dan Aceh Darusalam.

Sebaran kegiatan mengukir yang sangat luas juga diikuti dengan sebutan-sebutan gaya ukiran yang banyak pula. Motif Meander, Motif-Tumpal, Motif -Swastika, Motif Berlian, motif Bunga-Cengkeh, Motif-Awan, Motif-Karang (Cirebon), Motif-Kawung, Motif Roset, begitu pula nama nama motif berdasarkan nama binatang,buah-buahan, tumbuhan atau binatang, misalnya motif burung merak,

Keberadaan Motif Ukiran klasik tampak kuat terkait erat dengan budaya kerajaan pada masanya. Budaya Keraton atau Kerajaan telah melahirkan gaya-gaya ukiran yang mencerminkan keagungan kerajaan pada masanya. Perkembangan seperti ini memberi tantangan baru bagi para perajin masa kini untuk menghadirkan ukiran yang sesuai dengan semangat zaman, masa kini.


Gambar No: D/6

Sketsa Gagasan Motif Radial (Aji. K 2010)

Motif dengan pola Radial atau memusat seperti ini cenderung berdiri sendiri, artinya motif yang dibuat bisa langsung menjadi ornamen. Perhatian harus ditekankan pada kecenderungan motif menjadi terkesan statis, sehingga setiap elemen visual yang membentuknya di desain untuk mengurangi atau bahkan menghilangkan sifata statis tersebut. Studi di atas mencoba mengeliminir ke statisan dengan memberi ‘gerak’ yang dinamis pada elemen visual garisnya. Walaupun demikian tidak semua motif harus memperlihatkan karakter yang dinamis, sebagian justru membuat motif yang sebaliknya. “Statis” dan “dinamis” nya suatu motif ditentukan oleh kebutuhannya, yaitu untuk produk yang bagaimanakah motif ini direncanakan.

D.3 Ornamen

    Kata ‘Ornamen’ atau ‘Ragam-Hias’ ukiran mencirikan bahwa elemen visual-motif ukiran sudah diterapkan pada suatu produk. Ornamen ukiran secara estetis tidak berdiri sendiri, ukiran telah menjadi bagian utuh dari suatu produk yang desain ukiran dan penempatannya telah dipilih atau dirancang secara saling keterkaitan dengan elemen-elemen visual suatu produk. Di bawah ini contoh ornamen dengan gaya ukir Jepara yang terdapat pada bagian atas sebuah lemari pakaian di Jepara.


Gambar No: D/7

Ornamen Ukiran pada sebuah Lemari Pakaian di Jepara

Digambar oleh: Aji.K(2010)

Ornamen ukiran sulur-suluran ini menggunakan motif daun, konfigurasinya sudah di rancang untuk di tempatkan di atas sebuah lemari. Rancangan Ornamen ukiran dan rancangan lemari pakaian dilakukan sebagai satu keutuhan proses desain. Ornamen ukiran memberi kontribusi estetis yang bermakna pada penampilan sebuah lemari pakaian.


Gambar No: D/8

Elemen Ukiran Pada sebuah panel kayu (Aji.K 2010)

D.4 Hubungan Unsur Visual, Motif dan Ornamen Ukiran

 Unsur-unsur visual pada suatu Ornamen terdiri dari sebagian atau seluruhnya dari unsur visual Ukiran. Ornamen yang diterapkan pada suatu produk merupakan saling-hubungan antara Elemen-elemen visual, motif Ornamen dan jenis dan fungsi barang atau produk. Saling hubungan itu dapat digambarkan pada diagram di bawah ini:

UNSUR VISUAL

UKIRAN

MOTIF

ORNAMEN


Titik, Garis, Bidang.

Volume, Bentuk,

Pola, Komponen, Bayangan

Satu entity dari

Susunan keseluruhan

atau sebagian Unsur

Visual

Konfigurasi motif-motif disusun menjadi entity baru yang merupakan bagian dari suatu produk


Karakteristik

visual

Raut Bentuk Estetis,

Makna/Simbolik

Pengembangan kualitas

Estetis& Penerapannya

 Visualisasi raut bentuk dengan menggunakan Pahat ukir pada bidang kayu

Cekung-Cembung

Lurus-Lengkung

Dangkal-Dalam

Bulat-Persegi

Tembus-Tak tembus

Simetris-Asimetris

Geometris-Organis

2 Dimensi-3Dimensi

Halus-Kasar dst


  Diagram No: D/1

Saling Hubungan antara Elemen Visual, Motif dan Ornamen Ukiran .

  Diagram tersebut lebih memberi kejelasan tentang pengertian-pengertian unsur visual ukiran, motif ukiran dan ornamen ukiran. Unsur visual yang sifatnya bisa alami dan bisa buatan pada ukiran adalah tekstur kayu, dan berikutnya akan dibahas secara ringkas kayu sebagai bahan baku ukiran.

  1. KARAKTERISTIK KAYU DAN MENGENAL RAGAM PERMUKAAN SERTA RUANG UKIRAN

 Kayu sebagai bahan alami jenisnya sangat banyak dan tiap kayu memiliki karakteristik teknis dan penampilan visual yang berbeda.Sebagian dan yang sering kita kenal misalnya kayu jati, mahoni, sonokeling, bangkirai, resak, dstnya. Hasil penelitian para ahli bidang kayu menunjukan bahwa kayu digolongkan pada empat tingkat berdasarkan keawetan, kekuatan dan penggunaannya. Kayu tingkat I, misalnya kayu Jati, bangkirai, Sonokeling, Belian dan sebgaianya. Kayu tingkat dua misalanya. Misalnya Rasamala, Walikukun, Sonokembang, Kayu kelas III misalnya Kamper, Puspa, Mahoni, Keruwing sedangkan Kayu kelas IV misalnya meranti, Suren dan Durian.

        Keindahan kayu dari sudut pandang sebagai bahan ukiran adalah: (a) secara visual berkaitan dengan tekstur dan penampilan serat-sertanya, (b) secara teknis mengukir berkaitan dengan kemudahan teknik pembentukannya yang menggunakan pahat ukir dan yang terakhir (c) daya tahan terhadap hama perusak kayu. Kayu jati selama ini memang meiliki karakteristik seperti itu sehingga banyak digunakan oleh para perajin ukiran. Walaupun demikian, jika kekurangan yang ada pada satu jenis kayu dapat diatasi, maka banyak pilihan kayu yang dapat digunakan sebagai bahan untuk membuat ukiran. Kayu mahoni misalnya, penampilan serat dan warnanya bagus sekali, juga dapat dikerjakan dengan mudah dan hasilnya baik, tetapi kayu ini sering dimakan hama (bubuk) sehngga membentuk bolong-bolong atau lubang kecil pada permukaan kayu. Kayu mahoni banyak menjadi banyak digunakan ukiran setelah mengalami proses pengawetan terlebih dahulu. Tidak semua kayu baik sebagai bahan ukiran , karena karakterik kekerasannya tidak baik atau sulit untuk diukir, atau kayunya terlalu lunak.

        Unsur visual ukiran pada kayu, terdiri (a) unsur visual alami yang diakibatkan oleh jenis dan sifat-sifat kayu, seperti ragam arah, besaran serat kayu dan warna alami kayu, serta (b) titik, garis, bidang, tekstur dan volume yang pembentukannya dilakukan dengan menggunakan pahat ukir. Pemilihan, dan pembuatan motif ukiran dan kemudian motif dirancang menjadi ornamen.. Jejak pahat ukir wujud visualnya bergantung pada bentuk pisau pahat ukir yang jumlahnya rata-rata sampai 36 mata pahat ukir. Jejak yang dihasilkan oleh pahat ukir itulah yang kita sebt sebagai ukiran. Secara teknis terbuka kemungkinan untuk membuat beragam jejak pahat ukir pada bidang kayu.

 Gambar-gambar berikut memperlihatkan jejak pahat ukiran yang selama ini banyak digunakan para perajin

 

 


 Gambar No: E/1

Tekstur dan permukaan kayu Hasil Ukiran (Aji.K.20010).

 Ragam bentuk permukaan pada hasil ukiran sangat beragam tergantung pada rancangannya. Permukaan ukiran bisa datar, cekung dan atau cembung dengan tekstur yang beragam pula: halus kasar, bergaris-garis atau titik-titik sejauh yang diinginkan perancangnya dan aspek teknis yang bisa dicapai oleh pahat ukir. Pengetahuan kayu sebagai bahan baku ukiran dan ragam pahat ukir yang jumlahnya banyak serta keterampilan memilih dan menggunakannya merupakan aspek teknis yang diperlukan oleh seorang praktisi ukiran.

  1. KOMPOSISI ESTETIK UKIRAN

    Komposisi estetik ukiran merupakan tahap penyusunan dari elemen-elemen visual ukiran dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip desain sebagai acuan dalam memilih, menggubah dan menentukan komposisi yang akan dibuat.

Prinsip-prinsip Desain ukiran terdiri dari : (1) Proporsi, (2) Keseimbangan, (3) Irama, (4) Kesatuan., Harmoni.

 F.1 Proporsi pada ukiran sangat kompleks, karena proporsi memperbandingkan tidak saja panjang, lebar dan kedalaman ukiran sebagai suatu produk, tetapi pada saat yang sama juga memperbandingkan kualitas dan jumlah bidang cekung dan cembung serta bidang datar, juga garis-garis yang dibentuk oleh torehan pahat ukir yang halus, lentur atau kaku. Perbandingan yang lain adalah kedalaman ruang tak tembus dengan ruang tembus. Estetika ukiran merupakan perbandingan satu elemen dengan elemen lainnya secara menyeluruh.

Untuk lebih merasakan prinsip proporsi pada komposisi estetik ukiran gambar-gambar ukiran ini mencoba lebih menjelaskan hal tersebut sebagai berikut:

 Proporsi dilihat dan diperbandingkan hubungan dimensional antara, pertama: antara X-X1 dengan Y-Y1 yang merupakan dimensi panjang dan lebar ujung setangkai daun. Kedua, hal yang serupa dilakukan antara A1, A2 dan A3 yang merupakan bidang daun dan ‘arah-gerak daun’. Ketiga, antara arah dan besaran garis-garis torehan: lentur, kaku, halus yang terdapat pada motif daun G1, G2 dan G3 dan keempat: Komposisi dari keluasan, kelengkungan atau kedataran bidang-bidang PQRS.

Estetika komposisi ukiran dibentuk oleh keterpaduan permainan ketiganya. Pada Estetika , termasuk estetika pada komposisi ukiran sifat subyektifitas berperan dalam menentukan estetik atau kurang estetiknya suatu komposisi ukiran. Latihan membuat komposisi ukiran, mengamati komposisi ukiran baik melalui literatur/buku atau dengan kesenangan dalam melihat beragam ukiran kesemuanya akan memberi wawasan estetik yang berguna dalam ‘menilai’ estetik tidaknya suatu komposisi ukiran.

 

 Gambar No: F/1

Komposisi Estetik pada sebuah Ukiran

 F.2 Keseimbangan adalah ukuran yang dapat bersifat teknis, tetapi jugayang bersifat “rasa” dalam melihat dan merasakan ada tidaknya keseimbangan pada sebuah komposisi ukiran. Apakah komposisi ukiran itu seimbang atau kurang seimbang?. Gambar berikut bisa digunakan untuk lebih menjelaskan prinsip keseimbangan pada komposisi ukiran.

Gambar No: F/2

Komposisi Ukiran Motif Daun dan Bunga.

(Digambar Aji.K 2010)

 Dua buah pola komposisi, yang satu komposisi dengan pola simetris dan pola komposisi asimetris. Adakah keseimbangan pada keduanya?.

 F.3 Irama pada karya ukir dapat berupa pengulangan ‘raut bentuk”, atau garis-garis ‘torehan’ atau ‘ruang atau relung’ yang dapat membawa si penglihat pada titik perhatian yang menjadi sentral dari sebuah ukiran.

 Irama pada sebuah ukiran biasanya sangat mudah ditangkap oleh indera mata.



Gambar No: F/3

Arah dan Gerak motif ukiran yang Ritmis.

(Digambar dari ukiran oleh: Aji.K 2010)

 Melakukan analisis gerakan dari elemenyang ada pada ukiran dan melihat, mengamati arah dan gerak yang sama, kemudian berubah dan kembali pada arah dan gerak semula merupakan ciri adanya irama pada komposisi ukiran. Keberadaannya tidak hanya dapat dirasakan tetapi sekaligus dapat dirasakan, seperti tampak pada komposisi ukiran di atas.

 F.4 Kesatuan atau dengan kata lain Harmoni sebenarnya merupakan akumulasi dari terjadinya saling hubungan dari berbagai elemen yang dapat dilihat dan dirasakan keberadaannya secara utuh.

  1. TUGAS LATIHAN

     Membuat gambar kerja maupun membuat gambar sketsa sekarang telah dipermudah dengan bantuan teknologi komputer. Walaupun demikian, keterampilan menggambar dengan tangan tetap dibutuhkan, bahkan tetap merupakan dasar keahlian yang sangat mendukung profesi perancang ukiran. Tugas latihan pertama merupakan latihan untuk meningkatkan keahlian menggambar dengan tangan.

 G.1 Goreskanlah alat gambar yang dipegang bapak dan selama menggoreskan alat gambar bapak berusaha mengendalikan arah dan gerakan tangan dengan santai untuk menggambar apa yang ada pada pikiran bapak.

G.2 Semua peserta memiliki pengalaman dengan kegiatan menggambar dan membuat ukiran. Buatlah beragam garis dan bidang yang mengingatkan bahwa arah, gerak dari garis dan bentuk bidang tersebut bisa ada pada sebuah ukiran. Gambar yang diminta bukan gambar ukiran hanya mencoba mengingat esensi dari elemen visual garis dan bidang.

G.3 Semua peserta tidak saja pernah membuat gambar komposisi ukiran tetapi juga membuat ukirannya. Cobalah mengingatnya dan buatlah gambar sketsanya semirip mungkin dengan ukiran yang pernah ada .

G.4 Gambarlah arah dan gerak motif ukiran di atas (E3) dengan garis panah.

G.5 Di bawah ini ada contoh studi sketsa perpektif suatu motif tertentu mulai dari sudut pandang frontal menjadi berbgai sudut pandang.


 Gambar No: G/1

Studi Sketsa perspektif Motif Ukiran

 Tugasnya adalah:
pertama tentukan satu motif dan gambarkan pada sisi yang paling kiri kemudian secara berturut-turut gerakanlah motif itu dan gambarkan pada kotak-kotak berikutnya.

  1. PENUTUP

 Hand out ini menyajikan gambaran ringkas mengenai pembelajaran berbagai ringkas mengenai berbagai aspek yang berkaitan dengan elemen visual dan ornamen. Pembahasan, diskusi dan praktek mendesain selama pelatihan akan memperkaya bahan ajar yang disampaikan pada sesi ini Pelatihan mencoba untuk menyegarkan pengetahuan tentang sesuatu yang selama ini dekat, bahkan mengenalnya dengan baik, yaitu elemen visual dalam ukiran, yang lebih khusus lagi dilihat dari aspek komposisi estetik pada ukiran.

Materi pelatihan merupakan materi teori dan praktek, maka diharapkan pemahaman pengetahuan teoritis yang telah disampaikan akan dapat terbaca pada sketsa atau gambar dari tugas-tugas yang diberikan.

Pelatihan ini juga bisa jadi merupakan awal kerja keras dan penuh ketekunan karena untuk menghasilkan ornaman ukiran pada suatu produk yang baik, membutuhkan pengetahuan, keterampilan dan perencanaan yang baik seperti yang kita lakukan bersama hari ini.

DAFTAR PUSTAKA

 Koswara Aji. (1996). Ukiran jepara. Tesis Magister ITB. Bandung: Tidak dipublikasikan.

   Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Jepara. (1976). Risalah dan Kumpulan Perkembanagn Seni ukir Jepara. Jepara: Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Jepara.

Sudarmono dan Sukijo. ((1979). Pengetahuan Teknologi Kerajinan Ukir
Kayu. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan 1979.

The Pepin Press. (1998). Indonesian Ornamental Design. Singapore: The Pepin Press.


AESTHETIC COMPOSITION IN CARVING

Visual Elements on Ornaments by Aji Koswara

Training on Design and Wood Carving 2010
FSRD ITB & PPPPTK Seni Budaya Yogyakarta

 

  1. INTRODUCTION

    Ornaments in carving are designed to provide particular beauty on an object or product. However, their aesthetic existence on an object or product should be considered as an overall of a product, not an element that is added later. Carving ornaments become an element, along with other elements, which contribute to a product’s beauty or ugliness. The activity to design the ornaments is a part of overall activities in designing a product. The position of such ornaments has caused carving ornaments to be more than mere decoration, but also function to relay a theme, and even particular symbolic meanings.

    The existence of both kinds of ornaments is crucial, especially since the context of this training is to place creative ideas as the basis for designing carving ornaments on a particular object or product. A deep understanding about the existence of both kinds is necessary in order to be able to observe, learn and appreciate carvings made by “Masters”, skillful experts who are acknowledged all over the world, and carving masters who have produced works that are significantly recognized as masterpieces, which mark the reputation of the Masters and/or their origins.

  2. OBJECTIVES OF TRAINING

    Subsequent to this training, participants are expected to possess the knowledge and understanding, and also the skill to create designs of visual factors for carving, carving motives and ornaments on a carving composition, with aesthetic values.

  3. APPROACHES OF TRAINING

    The approaches of training is individual method, where each participant is expected to develop his/her own creativity, so not only he/she could acquire the knowledge, but also is able to realize the ideas into designs of carving compositions..

  1. RELATIONSHIPS AMONG VISUAL ELEMENTS, MOTIVES AND ORNAMENTS IN CARVING.

    The basic questions that become a guideline for this training include: (1) What are visual elements for carving? (2) What are the similarities and differences between visual elements for carving and visual elements for ornaments? (3) How do these things connect: visual elements, motives and ornaments for carving? (4) What are the basics to compose an aesthetic composition for carving?

D.1 Visual Element for Carving

Visual element for carving consists of: Point, Line, Plane, Texture, Color, Volume/Form and Shadow. These visual elements do not always appear in every carving and its appearance depends mainly on the carving design that will be presented. Line, planes and textures are elements that always appear on every carving. Carving is formed by carving knives that divide planes with incisions in the form of lines and planes, and the engraves create certain textures on the wood surface while presenting concave, convex and flat volumes, and even a hole.


Figure No: D/1

Visual Elements of Lines, Planes & Space. Jepara carving motives on an ancient door of Jepara Mosque (reconstructed by Aji. K, 2010)

D.2 Carving Motives

    Carving motives are formed by a part or the whole of visual elements for carving. Motives are a configuration of a visual element that are arranged into one unity, which becomes a certain theme when applied on an ornament. For example, motives of plants, roots, or flowers, such as in the Jepara motives in the following figure.


Figure No: D/2

Flower motives (A, B) on a classic Jepara carving

Drawing by Aji. K (2010)

 The above motives show the high aesthetic taste of the craftsman, which is evident from the ability to present a carving of flowers that looks really like a three-dimensional object (figure B) with a very accurate perspective proportion.

 

 Figure No: D/3

Line elements and forming of Carving Volume/Form I. (Aji.K :2010)

The different elevations of a carved surface will form certain volumes. Motives in roots (Figure No B/3) are as if picturing a sequence, of which the next would be a repetition, and an adaptation of direction and the motif’s dynamic to the designed product, by using particular ornaments. In such motives, possibilities to stylize the ornaments by adding other visual carvings are open, if considered as a necessary addition to the aesthetic of the product. The above motives are made with line visual elements, however, the void between the lines are forming new planes. Here we can see the “leaf” plane and the background plane (“lemahan”). The leaves are formed concavely and there are different elevations between the leaves and the background, which form volumes.

 

 Figure No: D/4

Line elements and formations of Volume/Form (Aji. K: 2010)

 It can be seen from Figure no.B/4 that the line element is very dominant, which means that a carving design can present the strength of its visual elements. Carving motives with such symmetrical position has different development, compared to the root motives in Figure B/3. Its symmetrical position means a number of things. The first one is: these motives can be a direct ornament if used like it appears now, i.e. on the headboard of a bed, a desk drawer, or other symmetrical surface. Secondly, if these motives are used on other surfaces different from the first, then if necessary these motives can be extended to the left and right, but their positions are still symmetrical. Problems that will occur is the design development, because when they are extended to the sides, the existing motif (B/4) binds us to present a compete carving ornament aesthetically.

 

Figure No: D/5

Line Elements and Formation of Volumes in a Classical Balinese Carving Style (redrawn by Aji. K from the source: Risalah Perkembangan Seni Ukir Jepara 1979, 2010)

 In a classic Balinese carving style, line elements appear very supple and subtle, proportions of the designed planes show sensitivity and high aesthetical taste toward line and plane compositions that form three-dimensional space. Other classica carving styles with similar, well-known beauty are, among others: Pajajaran, Jepara, Surakarta, Jogjakarta, Madura, Pekalongan, Majapahit and Mataram carving styles. In Kalimantan, Sumatera, Papua, Toraja and other regions, the beauty of their carving styles are representatives of the people’s culture with high aesthetic values and craftsmanship, i.e. the unique carving motives of Dayak tribe, also geometric Toraja motives where rich meanings are embedded, Minangkabau carvings that are rich in colors, as well as carvings from North Sumatera, and Aceh Darussalam.

The spread of these carving activities are followed by names for carving styles, i.e. Meander, Tumpal, Swastika, Diamond, Cloves, Cloud, Seashell (Cirebon), and other names based on animals, fruits, plants and birds, such as “peacock motif”.

The existence of the classical carving motives tightly relates to the court cultures. Palace or Kingdom Cultures have produced carving styles that represent the royalty of the court during the era. This development has provided new challenges to current craftsmen, to create carvings that are related to contemporary era and spirits.

 

Figure No: D/6

A Carving Idea with Radial Motif (Aji. K 2010)

Motif with Radial or centered pattern such as the illustration above tends to be independent, which means that the motif can directly be an ornament. Attention should be emphasized on the inclination of the motif’s impression to be static, so every visual element that forms the motif should be designed to reduce or even eliminate this static impression. The above study attempts to eliminate the static impression by giving a dynamic ‘movement’ to the line visual element. However, not all motives should show dynamic characters, some of them should even make the opposite. The “static” or “dynamic” impression of a motif is determined by its function, according to the product of its application.

D.3 Ornament

    The word carving “ornament” or “decoration” shows that visual-motives carvings are already applied to a product. Carving ornaments are aesthetically dependent, carving has become a part of the whole product, where the design of carvings and their positions are already chosen or planned, with certain connections to other visual elements of a product. Following is an example of an ornament with Jepara carving style that is applied on the upper part of a cupboard in Jepara.


Figure No: D/7

Carving Ornament on a cupboard in Jepara (Illustration by Aji. K, 2010)

These roots carving ornaments use leaf motives, their configuration is already designed for an application on a cupboard. The carving ornament design and the design of the cupboard are conducted as a whole design process. The carving ornament provides a meaningful, aesthetic contribution to the whole appearance of the cupboard.


Figure No: D/8

Carving Element on a wooden board (Aji. K 2010)

  D.4 Relationships among Visual Elements, Motifs and Ornaments in Carving

 Visual parts of an ornament consist of a part or a whole of a carving’s visual part. Ornaments that are applied to a product are interconnected among visual elements, ornamental motives and variations and functions of an object or a product. This interconnectivity can be illustrated as follows.

CARVING’S VISUAL ELEMENTS

MOTIF

ORNAMENT

Points, Lines, Planes.

Volume, Forms/Shapes,

Patterns, Components, Shadows

An entity of a whole or a part of an arrangement of a Visual Element

Configurations of motives that are composed into a new entity that becomes a part of a product

Visual characteristics

Aesthetical Form,

Meanings/Symbolic

Development of aesthetic quality & its application

 Visualization of forms by using carving on a wooden plane

Concave-Convex

Straight-Curved

Shallow-Deep

Circle-Square

Ruptured-Unruptured

Symmetric-Non symetric

Geometric-Organic

2 Dimensional-3Dimensional

Fine-Rough, etc.


 Diagram No: D/1

Interconnectivity among Visual Elements, Motives and Carving Ornaments

  That diagram provides an illustration about the definitions of visual elements in carving, carving motives and ornaments. Visual elements that can have both natural and artificial characters are on wood textures, a main material for carving of which will be discussed briefly in the next section.

  1. CHARACTERISTICS OF WOOD AND INTRODUCTION TO VARIATIONS OF SURFACE S AND CARVING SPACE

 Wood as a natural material comes in a number of varieties and each wood possesses different technical characteristics and visual appearances. Some of them, the ones that are familiar to us are i.e. teakwood, mahony, ebony, bangkirai, resak, etc. Research on wood shows that wood are classified into four levels based on durability, strength and functions. Class I woods are a.o. teakwood, bangkirai, ebony and belian. Class II woods are a.o. rasamala, walikukun and sonokembang. Class III woods are a.o. kamper, puspa, mahony and keruwing, while Class IV woods are a.o. meranti, suren and durian.

        The beauty of wood as a main material for carving includes: (a) visually concerning the looks of its textures and veins, (b) technically easy to work on with chisels and carving knives, (c) physically durable toward wood pests. So far, teakwood is known as possessing these three characteristics, therefore it is commonly used by craftsmen. However, if a weakness of a wood variation can be coped with, more variations of wood can be used as the main material for carving. Mahony, for instance, has a very attractive veins and colors, and it is also relatively easy to work on with adequate results. But this variation also attracts powdering pests that make small holes on the wood surface. Mahony has become more commonly used for carving after going through a preservation process. Not all woods are adequate for carving, since the characteristics of their hardness make it too hard to carve, or, the opposite, too soft to carve.        Visual elements on a wood carving consist of (a) natural visual elements caused by the wood variations and characteristics, i.e. vein directions, dimension of veins and the wood’s natural colors, (b) points, lines, planes, textures and volumes, of which forming is produced with chisels and carving knives. Selection and production of carving motives, then the motives are designed into ornaments. The visual appearance of an engraving depends on the shape of the carving knives, which come around 36 sizes in average. This engraving is what we call carving. Technically, possibilities to produce numerous engraving on a wooden plane are limitless.

The following illustrations show engravings that are commonly used by craftsmen




Figure No: E/1

Wood texture and surface as a carving result (Aji. K, 2010).

 Surface configuration on a carving result varies, according to its design. The surface of a carving can be flat, concave and/or convex, also with a variation of textures: fine or rough, lines or points, as far as the designer wants and technical aspects that can be achieved by carving techniques. Knowledge on wood as the main material for carving and on variations of carvings, and the skill to select and apply them, are technical aspects that are crucial for a carving professional.

  1. AESTHETIC COMPOSITION IN CARVING

     Aesthetic composition of carving is a phase to arrange the visual elements by considering design principles as its reference in selecting, modifying and determining a composition.

The design principles for carving consist of: (1) Proporsion, (2) Balance, (3) Rhythm, (4) Unity, Harmony.

 F.1 Proportion in a carving is quite complex, since the proportion compare not only length, width and depth of a carving in a product, but at the same time also comparing qualities and amounts of the concave and convex planes and flat planes, and also fine, supple, or stiff lines formed by the carving knives. Other comparison is the depth between spaces that are holes and those that are not. Aesthetic of a carving is a thorough comparison between one element and another.

In order to experience the principle of proportions in an aesthetic composition, the following carving illustrations attempt to describe it as follows:

 Proportion is observed and compared through the dimensional relationship between the following factors: firstly, between X-X1 and Y-Y1, which are length and width dimensions of a leaf. Secondly, similar comparisons among A1, A2 and A3, which are the leaf’s planes and their ‘movement directions’. Thirdly, among directions and dimensions of the engraving lines: supple, stiff, fine, which are applied on the leaf motives G1, G2 and G3, and fourth: composition of width, curves, or flatness of the PQRS planes.

 Composition aesthetic of a carving is formed by the combination of all three elements. In aesthetic, including aesthetic for a carving composition, subjectivity takes part in determining whether the carving composition is aesthetic or less aesthetic. An exercise to make a carving composition, observing a carving composition whether through literature/books or through directly enjoying a variation of carving, all provide aesthetic viewpoints that will be useful in ‘grading’ the aesthetic level of a carving composition.

 

Figure No: F/1

An Aesthetic Composition of a Carving

  F.2 Balance is a technical measurement, but also with a “feeling” in observing and sensing whether a carving composition is in balance or not. Is this carving composition in balance, or not so balanced? The following illustration can be used to describe the principles of balance on a carving composition.


Figure No: F/2

A Carving Composition of Flowers and Leaves.

(Illustration by Aji. K, 2010)

 Two composition patterns, one with symmetrical pattern and another with asymmetric pattern. Is there any balance in both composition?

 F.3 Rhythm in a carving is a repetition of an engraving, or incision, or space and depth, which can bring an observer to an attention point that becomes a center of the carving.

 Rhythm in a carving is usually easily caught by the observers’ eyes.

Figure No: F/3

Direction and Movement of a Rhythmic carving motif (Illustration by Aji. K, 2010)

Conducting an analysis toward the movement of a carving element and observing a similar direction and movement, then changing and turning back to the beginning of the previous direction and movement, is the particular feature that shows a rhythm of a carving composition. The existence of a rhythm cannot only be sensed, but can also be identified, such as at the above carving composition.

 F.4 Unity, or Harmony in other word, is actually an accumulation of interconnectivity from a number of elements, that are comprehensively visible and sensed.

  EXERCISE ASSIGNMENT

  1.  Making a technical drawing or a sketch is currently easier with the help of computer technology. However, manual drawing skills are still needed, and still become a basic skill that supports the profession of a carving designer. The first assignment is an exercise to upgrade the manual drawing skills.

 G.1 Draw with a drawing tool that you’re holding, and while dragging the tool on the paper, control the direction and the movement of your hand loosely to draw whatever is in your mind.

G.2 All participants must have experiences with drawing and carving activities. Make a variation of lines and planes, which shows that direction and movement from these lines and planes can also be applied to a carving. The requested drawing is not a drawing of a carving, but only a reminder of the essence of lines and planes as visual elements.

G.3 All participants are not only experienced in making a drawing of a carving composition, but also in carving the drawing. Try to remember them and make a sketch drawing as similar as possible to a carving that you have made.

G.4 Draw the direction and movement of the previous motif (E3) with arrowed lines.

G.5 Below is an example of a perspective study on a certain motif, starting from frontal view to a variation of views.


 Figure No: G/1

Perspective Sketch Study of Carving Motives

The assignment is to determine one motif and draw it at the left panel, then gradually ‘move’ the motif (by drawing) in the next panels.

  1. CLOSING

 This hand out presents a brief description about a number of aspects related to visual element and ornament. Discussion and design exercise during the training would enrich the training material in this session. This training aims to refresh the knowledge about something that is actually close to us, even very familiar to us, which is visual elements in carving, especially viewed from the aspects of aesthetic composition.

The training material consists of theory and practice, therefore it is expected that the theoretical comprehension reflects on the sketches or drawings that are given in the exercise.

This training can also be an initiation of a dedicated hard work, since creating a carving ornament on a proper product needs appropriate knowledge, skills and planning, such as what we are doing today.

REFERENCES

 Koswara Aji. (1996). Ukiran jepara. Tesis Magister ITB. Bandung: Tidak dipublikasikan.

Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Jepara. (1976). Risalah dan Kumpulan Perkembanagn Seni ukir Jepara. Jepara: Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Jepara.

Sudarmono dan Sukijo. ((1979). Pengetahuan Teknologi Kerajinan Ukir

Kayu. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan 1979.

The Pepin Press. (1998). Indonesian Ornamental Design. Singapore: The Pepin Press.

——————————————————————————————


PRAKTEK BENGKEL (WORKSHOP)

Diktat Kuliah Praktek Bengkel Mebel FSRD ITB, Oleh: Deny Willy Junaidy

Referensi :

Junaidy, D. W. (2005). Pengantar Praktek Bengkel (DI-31A4). Penerbit ITB

1. PERENCANAAN PRODUKSI DALAM INDUSTRI FURNITUR

1.1 Jalur Produksi (Production Run)

Perancangan atau desain dari imajinasi hingga realitas melewati beberapa proses yakni : searching, planning, inventing dan constructing. Perancangan menjadi sebuah proses selektif terhadap kelemahan serta kekurangan dalam proses produksi. Beragam problematika dalam proses produksi menuntut reflek dan fleksibilitas untuk dapat menentukan prosedur kerja /produksi yang lebih efisien serta efektif.

 Mata rantai kerja produksi khususnya di furniture workshop, secara berurutan adalah desain, produksi, intermediasi, promosi & marketing. Mata rantai produksi di workshop merupakan tahapan yang sangat kritis, karena menyangkut modal kerja dalam bentuk upah, bahan baku serta operasi mesin.

Secara ideal pada industri furnitur dalam skala besar, rangkaian proses produksi tersusun dalam bentuk struktur organisasi korporat yang sistematik seperti Bagan dibawah ini, dan khusus line production session seperti terlihat pada Management Level III.

 


Untuk menekan resiko kerugian atau kesalahan teknik produksi dalam bengkel/industri manufaktur furnitur maka laiknya disiapkan satu Departemen yang khusus meneliti dan mengembangkan produk baru yang akan diproduksi. Lazimnya disebut dengan Departemen Research & Development (R&D) yang diperkuat dengan Divisi Desain, Divisi Tooling/Sample Making didalam departemen tersebut, Departemen ini fokus menemukan teknik produksi yang paling ideal dengan prioritas efisiensi biaya dan bahan.






Proses produksi disusun atas :

Parts Manufacture,

Persiapan bahan dan peralatan dengan menggunakan Jig dan Fixtures yang telah lebih dahulu dipersiapkan oleh divisi lain seperti Tooling Division Selanjutnya pemotongan menjadi bagian-bagian dasar. Dilanjutkan dengan Pembentukkan (shaping), pembuatan sambungan (jointing) hingga finishing komponen dasar tersebut.



 Sub Assembly,

Set-up, perangkaian antar komponen (assembly), pengencangan (fastening), pemolesan atau penyelarasan (finishing)


 

 Final Assembly,

Set-up, perangkaian antar komponen (assembly), pengencangan (fastening), pemolesan atau penyelarasan (finishing)



  Inspection,

Uji kualitas (checking & Testing) melalui kontrol standar bentuk, dimensi, finishing, feedback dari pekerja maupun operator


 

 Re-work.

Perbaikan (repairing), pengepasan (refitting), finishing ulang, atau reject

 


 

 1.2 Mutu Kerja

a. Durabilitas, teknik pertukangan (workmanship) yang baik dan teliti hingga mampu menghasilkan mutu kuat awet yang dapat diandalkan dari segi material, konstruksi, finishing.


b. Ekonomis, mempertimbangkan penghematan bahan dan upah tukang, yakni melalui minimalisasi penggunaan bahan terbuang, serta pola kerja yang praktis.



  c. Material, menentukan bahan
yang pantas dan tepat berdasar fungsi dan makna desain.


 

d. Konstruksi, merancang sistem konstruksi yang sederhana, praktis dan logis, sehingga dapat dilaksanakan dengan mudah, baik secara manual maupun masinal.

 


e. Standar Keselamatan Kerja, secara teoritis proses/teknik produksi barang yang baik mensyaratkan konsistensi dalam beberapa hal, yakni :

Keselamatan dan kesehatan, adalah
pertimbangan terhadap penggunaan peralatan pelindung wajah dan tubuh, penggunaan bahan, serta memastikan kecermatan dan kebersihan kerja guna menghindari cidera maupun efek kesehatan bagi konsumen melalui ketidakrapihan wujud produk. Beberapa hal diatas sangat tegas diatur dalam regulasi standar kerja Eropa (DIN atau EU Norms).



1.3. Perkembangan Teknologi Workmanship

Furnitur menempati posisi kedua setelah fashion sebagai produk trendy yang sangat cepat perubahannya karena permintaan pasar. Setiap tahun negeri skandinavia menyelenggarakan pameran produk dan insustri kayu dan furnitur yang selalu diminati oleh kaum industrialis maupun masyarakat eropa umumnya. Produk-produk mutakhir selalu dipamerkan mulai dari sambungan (joinery), bahan furnitur, bahan finishing, furnitur-furnitur terbaik, hands-tool, sampai mesin-mesin berat yang pendukung produksi furnitur dan perkayuan.

 Hal ini menjadi indikasi derasnya perkembangan dunia tentang industri furnitur beserta seluruh komponen pendukungnya. Segala sesuatu yang dikembangkan tidak sekedar menjadi produk yang memenuhi tuntutan estetika, namun mengimbangi isu-isu popular yang tengah berkembang seperti bahan-bahan kimia ramah lingkungan, segmentasi usia, material baru, dll. Hal ini juga menjelaskan demikian banyaknya pembaharuan-pembaharuan yang telah terjadi.

2. MATERIAL FURNITUR

2.1 Kayu

Di seluruh dunia terdapat 43.000 spesies jenis tumbuhan kayu yang telah teridentifikasi, 30.000 diantaranya diproduksi menjadi berbagai macam jenis bahan, dan 10.000 yang dieksploitasi secara komersial. Namun hanya beberapa spesies yang khusus dikonsumsi untuk pekerjaan interior, furnitur, dan kerajinan karena alasan ketersediaan, karakter dan nilai komersial.

Klasifikasi Kayu

Setiap jenis pohon merupakan exogen, yang artinya menghasilkan serat kayu melalui lapisan umur kayu tahunan (annual ring). Lapisan umur kayu tersebut berada dibalik kulit luar kayu (bark), membentuk struktur kerucut tipikal. Melalui potongan atau irisan batang kayu dengan beberapa garis-garis didalamnya yang banyak memberikan informasi tentang karakter kayu. Klasifikasi kayu dibagi menjadi Jenis Kayu Kuat, Kayu Lunak, dan dapat ditambahkan dengan jenis rerumputan raksasa seperti bambu, palem, dls.

 Kayu Kuat (Hardwoods)

Merupakan klasifikasi kayu yang dilihat berdasarkan kekuatannya yang mempengaruhi proses produksi, durabilitas, dan nilai komersil. Kayu kelas kuat biasanya ditandai dengan warna yang cenderung gelap, urat kayu (grain) yang jelas, serta garis tahun (annual ring) yang cenderung lebar. Contohnya, kayu jati, sonokeling, African Ebony, dls.

 Kayu Lunak (Softwoods)

Merupakan klasifikasi kayu ditinjau berdasarkan tingkat lunaknya dan kelas awetnya, biasa ditandai dengan warna yang cenderung terang dan serat yang rapat. Beberapa contohnya adalah kayu albasiah, ramin, sungkai, dls.

 Berikut ini adalah anatomi lapisan pohon teriris horizontal :

  • Selimut/Kulit luar (bark), melindungi bagian dalam kayu dari gangguan alam (kimiawi, fisikal).
  • Kulit dalam (bast), berfungsi sebagai penyalur makanan
  • Kambium
  • Daging kayu (sapwood), setiap bagian tengah yang diapit 2 garis tahun (annual ring) mengalirkan air ke dahan untuk proses fotosintesis
  • Jantung kayu (heartwood), ditandai dengan perbedaan warna yang lebih gelap merupakan tulang tengah pohon.
  • Inti / mata kayu (pith)

 


Secara umum masa tebang pohon dapat dilakukan kapan saja, namun baik pula mempertimbangkan pemotongan pada musim panas yang dapat menyebabkan pengeringan kelembaban pohon secara drastis.

Metode Potong

Kayu Jati, Kayu Mahoni, Kayu Sungkai, Kayu Ramin, Kayu Nyatoh, Kayu Sonokeling, Kayu Pinus, Kayu Karet, Kayu Kamper (lokal : kayu yang tersedia untuk digunakan sebagai bahan dasar mebel). Bahan-bahan ini disediakan dalam bentuk logs atau gelondongan atau dengan pesanan (melalui saw mills/ penggergajian) dalam bentuk balok atau papan. Beberapa metode pemotongan adalah sbb :

  • Irisan lurus/potongan tangensial (plain-sawn), merupakan pemotongan secara lurus horizontal/vertical
  • Irisan perempat/potongan radial (quarter-sawn), merupakan pemotongan dengan membagi seluruh lingkar pohon menjadi 4 bagian per 45 derajat.
  • Irisan lurus (billet-sawn), merupakan irisan seperti plain-sawn namun dibagi dua pada bagian tengah.



 


Sisa bagian kulit kayu yang terpotong juga tetap mempunyai nilai komersil, baik diproduksi untuk partikel/chip board juga dijual secara satuan dengan harga yang lebih murah. Sisa bagian kulit luar (bark) menyisakan sedikit lapisan daging kayu yang lazim disebut dengan bahbir dan biasa digunakan untuk kriya kerajinan berukuran kecil.




A. Sifat-sifat fisik kayu

Berat Jenis kayu :

makin berat makin kuat kayunya. Perhatikan rongga sel yang membentuk pori-pori, untuk menentukan berat/kuat atau ringan/kurang kuatnya kayu.

 Keawetan kayu :

Ketahanan kayu terhadap serangan dari unsur perusak kayu dari luar seperti : jamur, rayap, bubuk, cacing laut dan serangga lainnya (ukuran : tahunan) Semakin keras semakin tahan terhadap serangan dari unsur-unsur tersebut di atas. Contoh : Kayu Jati memiliki tectoquinon, kayu Ulin memiliki Silica dll., sehingga kayu-kayu ini awet secara alami. Zat-zat seperti ini mencegah serangan serangga tersebut.

 Warna kayu :

warna cenderung putih (K.Kungkai), kuning (K.Ramin, K.Pinus), putih dan kemerah-merahan (K.Mahoni), hitam-ungu (K.Sonokeling), coklat (K.Jati, K.Nyatoh, K.Kamper) Warna yang ada pada kayu ditentukan oleh : struktur anatomi kayu, umur kayu, kekeringan kayu. Warna pada kayu pada umumnya adalah campuran dari beberapa jenis warna.

 Higroskopik :

menyerap dan melepasnya air atau kelembaban dari kayu, yang mengakibatkan kembang atau susutnya kayu

 Tekstur :

halus (k.ramin),

sedang (k.Jati),

kasar (k.Kamper).

Kualitas estetis serat :

berpadu, serat berselang-seling (k.renghas,k. kapur),

berombak (k.merbau),

berpilin (k.damar,k. bintangur)

 Berat kayu :

sangat berat (k.balau),

berat(k.Jati),

agak berat(k.sungkai),

ringan (k.balsa, k. pinus)

Kekerasan :

Sangat keras (k.Balau/Bengkirai/Ulin),

keras (k.Jati/Sonokeling),

sedang (k.Mahoni),

lunak (k.Balsa/pinus)

Kesan raba :

kasar, halus, licin, dingin dsb. Hal ini tergantung dari tekstur, kadar air dan zat ekstraktif di dalam kayu.

Contoh : k.Jati agak berlemak kalau diraba.

Bau dan rasa :

kesan ini erat hubungannya dengan kesan raba.

Bau keasam-asaman pada k.Ulin,

bau zat penyamak pada k.Jati dll.

Nilai dekoratif :

kualitas serta, warna dan tekstur dalam kesatuan pola tertentu.

Contoh : k. Sonokeling, Sonokembang, Renghas, Eboni, Jati, Pinus, Sungkai

B. Sifat Mekanik Kayu

Keteguhan tarik :

kekuatan tarik terbesar ialah sejajar arah serat.

Keteguhan tekan/ kompresi :

keteguhan tekan tegak lurus arah serat kayu lebih kecil daripada keteguhan tekan sejajar arah serat kayu.

Sifat-sifat mekanik lain seperti :

keteguhan geser, lengkung, kekakuan, keuletan, kekerasan dan keteguhan belah yang lebih sesuai dipertimbangkan untuk kebutuhan bangunan dan keperluan khusus lainnya.

C. Sifat-sifat Kimia Kayu

Pengenalan sifat kimia dari kayu diperlukan untuk mengetahui ketahanan kayu terhadap serangan dari serangga perusak kayu. Pada umumnya kayu dari pohon berdaun lebar terdiri dari zat kimia sbb. :

– Karbohidrat (selulosa dan hemiselulosa), Non-karbohidrat (lignin) dan unsur kayu yang diendapkan selama proses pertumbuhan atau zat ekstraktif.

 


Kelembaban Relatif

Tiap jenis kayu apapun memiliki kelembaban relatif yang tetap diperlukan oleh kayu tersebut. Ambang batas normal kelembaban kayu biasa berbeda-beda bila mengacu peraturan Departemen Kehutanan, di negara eropa terdapat standar dengan klasifikasi berdasarkan penggunaan kayu pada bangunan, contohnya untuk kategori interior ruang tamu, ruang tidur, kantor dan juga eksterior. Namun umumnya untuk bahan interior berkisar 10 s/d 14 per cent (+/- 6 s/d 9 liter per M3). Pengukuran terhadap kadar kelembaban kayu menggunakan alat hygrometer.

Metode Pengeringan Kayu

  • Pengeringan alami (air drying)

    Metode pengeringan dengan cara menumpuk (stacking) kayu dan membiarkan kelembabannya menguap selama beberapa minggu.


  • Pengeringan buatan (kiln drying)

    Metode yang serupa dengan cara menumpuk namun dibantu pengeringannya menggunakan udara panas yang dilairkan antar rongga tumpukan kayu.

Penciutan dan Pemuaian

Bagaimanapun baiknya jenis kayu siap pakai apapun secara alamiah ia terikat terhadap sifat fisik dan kimiawinya terhadap alam. Sehingga sebaik apapun jenis kayu tersebut maka perubahan dan ketidaksesuaian akan terjadi dalam proses pengerjaan kayu, manusia hanya dapat memperkecilnya bukan menghindari sama sekali. Beberapa faktor yang mempengaruhinya adalah : Jenis kayu, metoda potong, perbedaan iklim, kelembaban.



Karakterisitik kayu

Sebagai perencana interior selain dituntut kecermatan teknis juga kemampuannya dalam membaca estetika yang tepat terutama dalam hal pemilihan bahan. Begitupula kecermatan kita dalam dalam mengenal beberapa karakteristik kayu sebagai berikut :

  • Urat kayu (grain), ia dapat meningkatkan kualitas atau menentukan citra dan kelas pengguna (form follows mean).
  • Tekstur, ragam jenis tekstur juga sangat berpengaruh terhadap kerapihan, keindahan proses finishing
  • Figur, variasi atas warna-warna alami kayu, kekhasan, keunikan atau motif alamiah tertentu,ketidakseragaman garis tahun yang memiliki keunikan masing-masing
  • Serap Warna, faktor serap warna yang sangat berbeda dari tiap jenis kayu sehingga dapat merubah penampilan.
  • Wewangian (odour), wangi yang dihasilkan dan dampaknya juga menjadi pertimbangan desain.
  • Durabilitas, mutu kuat kayu yang dilihat dari kelas awet, jenis dan harga perlu dipertimbangkan oleh para perencana.
  • Daya tahan terhadap api, pertimbangan jenis kayu dan komposisi kimiawinya yang resisten terhadap api.

Cacat pada kayu (defects)

Cacat pada kayu dapat dibagi menjadi dua, yakni cacat alam yang terjadi karena proses alamiah dan fitrah kayu tersebut. Yang lainnya adalah cacat buatan yang terjadi karena kelalaian atau ketidaksempurnaan dalam pemrosesannya.

Penyakit pada kayu

Kayu merupakan makanan utama serangga, pencegahannya dapat dilakukan pada saat kayu masih sebagai bahan mentah/siap pakai (raw-material) maupun setelah menjadi produk. Proses perlindungannya dapat menggunakan penyemprotan cairan kimia anti serangga atau melapisinya. Dampak serangan serangga menimbulkan efek yang bermacam-macam, seperti jamur, debu dan lubang-lubangyang ditinggalkannya, namun yang paling dikhawatirkan adalah keropos pada kayu.

 Keuntungan kayu solid :

  • Sambungan lebih mudah dibentuk
  • Mudah diukir
  • Tidak perlu cover untuk menutupi bagian tepi (edging)
  • Sekrup dan paku lebih kencang
  • Permukaan yang baik untuk finishing (natural)

2.2 Vinir

Vinir merupakan lembaran tipis hasil pengulitan kayu dengan metode tertentu sehingga menghasilkan lembaran kayu dengan ketebalan 0.1 mm sampai 3mm yang dimanfaatkan untuk melapisi produk-produk furnitur. Vinir telah dipergunakan oleh bangsa mesir sejak 4000 tahun yang lalu dan masih sama penggunaannya hingga kini.



Tidak semua jenis kayu dapat diperoleh vinir-nya di pasaran. Bahan kayu yang biasanya dibuat untuk vinir standar adalah kayu dengan kelas awet dan kuat sekitar II-IV, bila dikupas tidak pecah, seperti :Meranti, Keruing, Aghatis, Kapur, Kempas, Merawan, Mangir. Sedangkan untuk vinir dekoratif digunakan kayu-kayu sbb : Jati, Sungkai, Pinus, Ramin, Sonokeling, Ebony, Sonokembang, Renghas.

 Dari satu bagian utuh sebuah pohon, pola uratnya dapat beragam, misalnya bagian bawah (butt veneer), batang bohon (trunk veneer), serta dahan. Ukuran yang sering ditemui dipasaran berkisar lebar 2 cm s/d 20 cm dengan panjang bebas. Hingga saat ini jenisnya telah berkembang menjadi vinir-vinir dekoratif seperti vinir berwarna, dls.


 2.3. Papan Manufaktur

Papan manufaktur merupakan produk fabrikasi industri material interior dan arsitektur yang paling diminati saat ini karena efisiensi dan praktis dalam penggunaannya, sehingga kemudian berkembang menjadi beragam jenis seperti dibawah ini :

  1. Kayu lapis (plywood)

    Kayu papan yang dibuat dari beberapa lapisan veneer (yaitu lembaran kayu tipis (0.24-6mm) yang dihasilkan dari pengupasan/penyayatan kayu tertentu) yang ditumpuk satu sama lain secara bersilangan. Maksud dan tujuan pembuatan jenis papan ini adalah untuk :

  • menghemat penggunaan kayu,
  • mendapatkan papan yang lebar/besar,
  • memanfaatkan jenis kayu bernilai rendah,
  • menambah kekuatan dan mutu kayu dengan memperindah unsur dekoratif lapisan permukaan kayu.

Variasi ketebalan multipleks adalah :

24, 22, 20, 18, 15, 12, 9, 6, 4, 3, 2 mm (lokal sebagian)

 Contohnya adalah : tripleks, multipleks, block board, laminboard.

Kayu lapis (plywood) memiliki klasifikasi sbb :

  • Custom grades, yang dipilih berdasarkan keindahan warna dan uratnya.

    Contohnya adalah Decorative-faced tripleks 3mm : Teak plywood, Ramin plywood, Sungkai plywood, Rose plywood, Red Oak plywood, Melamin plywood dll.

  • Good grades, mutunya kurang dari custom, cukup layak untuk finishing natural melamic
  • Sound & Utilities grades, memiliki mutu rendah biasanya digunakan untuk pekerjaan struktur, atau dapat pula dilapis oleh finishing duco
  • Backing grades, mutu paling rendah yang dimanfaartkan untuk pekerjaan struktur yang tidak terlihat.

 



  1. Particle board / chipboards

    Merupakan papan manufaktur fabrikasi dengan komposisi serbuk / ampas kayu yang direkatkan dengan lem resin hingga menjadi lembaran-lembaran rigid. Cukup stabil karena meniadakan sifat-sifat fisik kayu melalui proses penguraian kayu menjadi serbuk. Namun kurang baik menerima serapan cairan finishing, karena tingkat serapnya yang tinggi.

    Contoh pengembangannya : papan ampas tebu (ukuran sama dengan multipleks lokal), papan serat atau debu kelapa, Coco fibre dan CocoDust

  2. Fibre Boards

    Merupakan komposisi dari kayu yang diurai menjadi serat dan di-press dengan temperatur tinggi serta dengan laminasi khusus, contohnya :

    Medium board :

    High Density Fibreboard (HDF), Low Density Fibreboard (LDF), Medium Density Fibreboard (MDF), Wood-veneered MDF (Oak dll)

    Hardboard :

    standard board, tempered hardboard, embosed hardboard, decorative-faced hardboard, perforated hardboard (import).

 Bahan-bahan ini biasanya tersedia dalam ukuran panjang 244 cm, Lebar 122 cm, kecuali untuk keperluan khusus seperti daun pintu rumah, ukuran bahan yang tersedia 200cm x 90cm

Cacat pada kayu lapis

Umumnya disebabkan oleh proses pressing atau perekatan yang tidak sempurna baik Karena faktor kelalaian ataupun kesengajaan.



 Keuntungan papan manufaktur

  • Rigiditas
  • Ketersediaan dalam ukuran besar
  • Variasi ketebalan (modul)
  • Ekonomis
  • Metode bending lebih mudah

2.4 Plastik Laminasi

Industri material saat ini telah menyediakan beragam bahan pelapis dekoratif yang sangat membantu meningkatkan mutu kerja desainer interior. Salah satunya produk fabrikasi plastic laminate, yang dihasilkan menjadi beragam jenis seperti Polyvinyl Acetate (PVA, Phenol Formaldehyde (PF), Melamine Formaldehyde (MF). Diproduksi melalui sebuah metode High Pressure Laminate (HPL) beberapa jenis tersebut umum dikonsumsi dengan nama pasar seperti Formica, Tacon, dls

 


3. ALAT & MESIN PERKAYUAN

3.1 Alat Manual (Handtools)

Syarat awal dalam proses pekerjaan kayu (woodworking) adalah memastikan kelengkapan peralatan pendukung kepresisian yang memenuhi prinsip ketepatan dan keterukuran, atas dasar ketiga hal dibawah ini :

  • sebagai alat penanda (marking tool),
  • sebagai alat ukur (measuring tool),
  • sebagai alat penguji (testing tool).

 Beberapa peralatan tersebut sudah kita kenal sehari-hari dan secara luas digunakan, namun bentuk dan variasinya dapat berbeda-beda ditiap negara walau fungsi dan kegunaannya sama. Peralatan pendukung akan memastikan ketelitian proses kerja antara gambar kerja (shop drawing) hingga produk nyata.

 



 Mistar, Sieghmat (Vernier caliper gauge), Besi siku (try-square), Bor, Palu, Obeng, Penjepit (Cramp) merupakan peralatan sederhana yang membutuhkan kemahiran pula dalam menggunakan serta memilih tipenya berdasarkan tujuan bentuk maupun bahan yang akan digunakan. Peralatan pendukung tersebut merupakan alat untuk menyempurnakan sambungan, mengecek mutu bahan terhadap rupa, kontur dan kecukupan dimensi.


Selanjutnya, Peralatan dasar secara manual dalam pekerjaan kayu khususnya desain mebel terbagi menjadi tiga yakni :

  1. Alat potong (Sawing)

    Gergaji Tangan (Hand Saw)terdapat berbagai macam jenis ukuran dan variasi handle, dan mata gergaji. Ukuran dan modelnya tidak jarang dimodifikasi oleh tukang sehingga nyaman dipakai dan bahkan terbentuk dgn sendirinya karena proses selama bertahun-tahun. Dua jenis handle yang sering digunakan adalah kayu dan plastik, model plastik fabrikasi biasanya dapat pula digunakan sebagai mistar siku 45o/90o. Sedangkan mata gergaji, bila mata gergaji pendek, seragam dan rapat maka berfungsi sebagai gergaji potong (crosscut saw), dan bila mata gergaji besar kecil, serta bersiku besar maka berfungsi sebagai gergaji belah (rip saw).

 Dalam membelah ataupun memotong perlu pula diketahui jenis material/bahannya untuk menjaga kerapihan. Jenis lainnya adalah gergaji lengkung biasanya untuk panel seperti tripleks (Cop saw), gergaji panel seperi MDF menggunakan gergaji panel (Panel saw), dan yang khusus seperti Gergaji adumanis (mitre saw), ekor burung (dovetail saw), dls. Inti dari beragam alat potong tersebut menjaga agar potongan gergaji lurus, tipis, siku dan kontinu.

 





 Alat pembentuk (Forming)

  1. Mesin Serut (Jack Plane), digunakan untuk memperhalus siku, lengkung, dan kontur profil. Variasinya sangat banyak sekali, tapi terbagi atas 3 yakni:

  • Mesin Serut Kasar (Block Plane) untuk mengambil serat kayu dan permukaan yang masih kasar, biasanya mata pisau berukuran lebar dan tebal, serta pengaturan mata pisau yang turun tinggi. Selanjutnya adalah Mesin Serut Halus untuk menghaluskan setelah diserut kasar, dengan mata pisau yang lebih tipis dan tajam serta pengaturan mata pisau lebih turun rendah.
  • Mesin Serut Sekonengan (Rebate Plane) untuk membuat sekonengan, celah seperti pada rangka pintu dan jendela, dapat pula untuk beberapa tahap penyerutan menghasilkan profil.
  • Mesin Serut Khusus (Combination/Specialized Plane) untuk menghasilkan profil, atau groove dengan bentuk lengkung atau kurva keliling yang fungsinya menyerupai Mesin Jig saw.

 Inti dari proses penyerutan adalah menghasilkan permukaan kayu yang halus, dan membuang kotoran serta cacad yang terdapat pada kayu, sehingga pemilihan mata serut yang tajam dan pengaturannya ketinggian mata pisau sangat penting untuk menghindari cacat gelombang serut/tatal (ripple) yang justeru tercipta karena pisau tumpul dan pasangan mata pisau yang miring, dll.


 

  Pahat Tatah (Chisel & Gouge), selain umum digunakan untuk mengukir kayu digunakan pula untuk membuat lubang dan pasangan sambungan seperti sambungan lidah (lap joint), sambungan purus (mortise dan tenon joint). Utamanya, teknik memukul pahat dan derajat kemiringan pahat merupakan keahlian khusus yang sangat membutuhkan waktu dan pengalaman.


 

  1. Alat Penyelesaian (Smoothing/Finishing)

    Hampelas bukanlah sebuah alat, walau secara manual dalam proses penghalusan hampelas hanya sebagai bahan namun pada proses masinal ia menjadi mesin penghalus.

 Kuas, merupakan alat sederhana yang dapat ditukargunakan penggunaannya dengan busa (sponge) ataupun kain lap. Kelebihan dari kuas adalah rambut kuas mampu mencapai rongga-rongga kayu lebih masuk ke dalam finishing tanpa proses pelapisan/dempul (sanding/woodfiller) terlebih dahulu. Sedangkan kain lap atau busa dapat dibentuk sehingga mampu mencapai sudut dan celah yang sulit dijangkau oleh kuas.

3.2 Mesin Kayu Portable

Mesin Potong Putar (Circular Saw)

Mesin potong dengan pisau putar lingkar berdiameter 16,5cm sd 25,4cm dengan kemampuan potong tebal 5cm. Lebih cocok untuk memotong plywood. Umumnya menggunakan alat bantu seperti dudukan untuk kayu (bench).



Gergaji Listrik (Electric Chain Saw)

Gergaji untuk memotong gelondongan menjadi balok atau papan dalam bentuk yang belum halus sempurna. Lebih mudah dikontrol dan cepat karena bentuknya yang panjang sehinggga jangkauannya lebih luas terutama untuk gelondongan kayu (log).


 

Mesin Potong Bebas (Jig Saw)

Gergaji belah dengan mata pisau yang bergerak vertikal dengan kecepatan di atas 3000 strokes/menit dengan prinsip kerja menyerupai mesin jahit bedanya alat ini digerakkan dan diarahkan mengikuti garis tanda (marking) yang telah lebih dulu dibuat. Kemampuan jangkau tebal belah berkisar 6 cm untuk jenis kayu lunak, dan 2,5cm untuk jenis kayu keras. Sangat baik untuk membuat bentuk lengkung dan kurvatur pada papan plywood, tersedia pula beragam jenis mata pisau yang dapat disesuaikan dengan material yang akan dipotong seperti acrylic, fibreglass. plastik, dll. Derajat kemiringan mata pisau juga dapat diatur sehingga dapat membuat tepi miring (beveled edge), dll.



Mesin Serut / Ketam (Planer)

Mesin ketam atau serut sangat membantu dalam proses penghalusan kayu, cost-saving dan time-saving. Dapat pula dengan pilihan mata pisau tertentu membuat groove atau sekonengan, untuk celah kaca jendela, ataupun pintu. Perlu keterampilan khusus karena ketidakstabilan dalam menahan getaran akan menghasilkan gagal serut/tatal yang sangat buruk bagi sebuah kayu. Suara mesinnya merupakan yang paling bising diantara seluruh jenis mesin, dan menghasilkan serpihan sampah kayu/serutan yang sangat banyak.


 Mesin Girik (Router)

Mesin untuk membuat pola lubang celah dengan bentuk atau pola tertentu pada kayu seperti sekoneng, bentuk lubang persegi pada tengah kayu, atau pola ukir seperti gambar atau tulisan. Dengan menyertakan model fixture nya sehingga gerakan mata pisau akan mengikuti fixture-nya. Prinsip kerja pisau seperti mata bor vertikal yang berputar kencang dan memakan kayu menjadi serpihan, hanya saja belum dapat membentuk sudut siku persegi, sehingga harus dibantu tahap berikutnya oleh tatah/pahat. Kecepatan pisau lebih dari 27,000 rpm.


Mesin Bor (Drill)

Mesin Bor bekerja dengan putaran mata bor searah jarum jam dengan berbagai ukuran, dan jenis pisau disesuaikan dengan bahan, berbagai jenis kayu, besi, tembok beton, granite, dls. Kecepatan putar mata bor lebih dari 1000 rpm tanpa beban. Perlu kemahiran khusus untuk menghasilkan permukan kayu agar tetap halus, serta kejelian dalam mengatur derajat vertikal bor.



Mesin Hampelas (Sander)

Mesin bekerja dengan prinsip gerak orbital (4000 s/d 5000 orbit per menit), dengan memasang lembaran hampelas pada mesin kemudian menggerakannya ke sekeliling permukaan. Kelalaian posisi, seperti miring, dapat membuat permukaan kayu tergores (scratch) sehingga semakin sulit untuk dikembalikan seperti semula. Sulit menjangku celah atau rongga tertentu pada furnitur, khususnya ukiran. Jenis lainnya adalah hampelas dengan bentuk tabung kecil untuk menjangkau sudut yang sulit dijangkau, namun dalam beberapa hal masih jauh lebih baik menggunakan tangan.

 


 

Finishing (Spraying)

Spray Gun, alat kendali untuk menembakkan/menyemprotkan cairan pelapis dan finishing yang terdiri dari tabung berisi cairan finishing (container), alat kendali (spray), selang udara (air-supply hose).

 Kompresor, modul elektrik yang berfungsi mengalirkan udara yang telah lebih dahulu disaring dan selanjutnya disemprotkan oleh spraygun dengan dilengkapi pengatur tekanan (Air adjustment valve)

 


3.3 Mesin Kayu Berat

Pada metode penyusunan atas dasar proses, maka penyusunan mesin dikelompokkan dengan cara :

  • Pekerjaan kayu utuh

    Pembelahan, pemotongan, penyerutan, pembentukan, pelubangan, penghalusan permukaan dan penyetelan, dikelompokkan dalam pekerjaan pembuatan komponenn mebel bukan bidang seperti, kaki kursi, rangka dan komponen kursi lainnya.

  • Pekerjaan kayu yang berbentuk bidang atau papan

    juga akan melalui tahap pembelahan, pemotongan, pelapisan, dan penghalusan bidang papan, untuk digunakan sebagai daun pintu, sisi lemari, bidang atas meja dls.

 Melalui perencanaan penyusunan mesin-mesin dalam bengkel (workshop) dapat dihasilkan proses produksi yang teratur serta optimal, seperti :

  • Teraturnya aliran kerja (line production)
  • Mengurangi perpindahan bahan (material handling)
  • mendapatkan ruang kerja yang leluasa
  • mengurangi ongkos produksi
  • memungkinkan pengawasan produksi yang baik
  • memperbaiki moral para buruh
  • mengurangi ‘congesty point’ (penumpukan bahan , dll)
  • dls



 Mesin Potong / Gergaji Lingkar(Cross-cutting Saw dan Edging Saw)

  1. Pengoperasian mesin gergaji lingkar umumnya tidak membawa kesulitan namun tetap diperlukan tentang jenis-jenis dan sifat kayu. Bila tidak maka akan banyak kayu terbuang karena kesalahan menguasai cara potong terhadap ragam kayu. Hasil setinggi-tingginya tergantung pada baik atau tidaknya daun gergaji. Beberapa hal berikut ini perlu menjadi perhatian :

– Reaksi iris pada kayu terhadap daun gergaji

– Penghantar panjang pendek

– Menggergaji serong

– Menggergaji sisi


 





b. Mesin Serut / Ketam (Planning Machine)

Pertimbangkan benda kerja, arah serat dan tebal benda untuk menentukan proses pengetaman. Sebaiknya mulai dengan sisi yang cekung. Penting pula diketahui keadaan mesin, kecepatan putar pisau. Mesin yang sudah tua dengan bantalan peluru sudah longgar dan goyang atau daun meja yang miring dapat menghasilkan ketaman yang buruk. Kecepatan putar minimal 4.500p/menit.

Beberapa hal berikut ini perlu menjadi perhatian :

    – Meratakan dan menyambung

    – Alat luncur untuk ketam benda kerja

 


c. Mesin Bor / Pelubang (Drilling Press)

Mesin pelubang dengan dudukkan dapat lebih memastikan kepresisian lubang karena faktor stabilitas tegak lurusnya.


 

  1. Mesin Purus dan pelubang (Tenoning & Mortising Machine)

    Mesin yang berfungsi menghasilkan salah satu jenis sambungan purus. Metode kerja seperti metode Mesin Router





    1. Mesin Girik /Frais (Vertical Spindle Moulder dan Router Machine)

      Alat dengan banyak kemungkinan membentuk kayu, seperti profilan serta menghasilkan kaki atau lengan kursi yang melengkung. komposisi mesin terdiri dari Lengan Kemudi, Batang Peluncur Tekanan, Sepatu Penekan Vertikal, Garpu Pengeras, dll kesemuanya memungkinkan pembuatan kayu dengan profilan dan alur yang streamline.

  • Membuat takikan
  • Menggirik benda kerja lengkung
  • Membuat alur hias atau alur vinir



  1. Mesin Hampelas (Sanding Machine)

    Mesin hampelas dengan model cakram (disk sander) biasanya digunakan untuk bagian tepi (edges), ujung (ends), chamfers, bevels dan tapers. Tetapi kurang efektif untuk permukaan kayu yang luas. Model lainnya adalah model hampelas sabuk yang juga berputar (Belt Sander).



  1. Mesin Bubud (Spindler Machine)

    Mesin untuk menghasilkan profil 3 dimensi (keliling) dengan sistem menempatkan kayu dalam putaran dan mata kayu digerakkan sepanjang putaran untuk mendapatkan lengkung dan cekukkan yang diharapkan.



  1. Mesin Router (Router Machine)

    Merupakan mesin yang menghaisilkan bentuk dengan rupa kedalaman, profil, serta dapat mencetak figur-figur atau ornamen.



  1. Mesin Profil (Moulding Machine)

    Mesin profil dapt digunakan untuk menghasilkan cornice, plinth serta edging mengikuti mall yang telah dibuat terlebih dahulu, dan prinsip kerja mesin menyerupai mesin router.




  1. Mesin Penekuk (Bending Machine)

    Penekukan kayu merupakan suatu proses melunakkan kayu secara temporer dengan menggunakan aliran udara panas maupun aliran air kemudian kayu dapat dibentuk menjadi kurvatur, streamline melalui proses penekanan (high pressure) dengan konsol hidrolic pada mall cetaknya dan kemudian dikeringkan untuk mendapatkan penekukan yang permanen karena sifat fisik partikel kayu yang telah diubah.




  1. Mesin Serbaguna (Universal Machine)

    Sebuah mesin yang mampu menampung berbagai macam fungsi kerja seperti :

    membelah (ripping), memotong (cutting), mengetam (planner), serut kasar (thicknesser), membor (drill press), dan membuat sambungan purus (mortise).



4. PROSES SAMBUNG DAN TEKUK KAYU

4.1 Proses Pekerjaan Sambungan

Teknik sambungan kayu telah berevolusi sejak berabad-abad yang lalu berkembang sesuai kebutuhan, dan kreasi baru. Bahkan variasinya juga berkembang menjadi trend estetika. Pada dasarnya semua teknik sambungan kayu dimaksudkan untuk menjaga stabilitas serta mengencangkan hubungan satu bagian kayu dengan bagian yang lainnya (Self-supporting) hingga tercapai keteguhan dan rigiditas. Pertimbangan terhadap beragam teknik sambungan kayu bermuara pada 2 hal utama yakni :

  1. Perubahan fisik yang disebabkan oleh sifat-sifat alamiah kayu, seperti pergeseran, pergerakkan, penciutan, pemuaian.
  2. Menahan, Mengunci antar bagian kayu baik dalam posisi sejajar / berlawanan/bersimpangan agar mampu menahan tekanan, gaya tarik, dorong, tekan (suspension and tension moment), tumbukkan, gesekan, beban kejut (sudden-impact).

Teknik sambungan kayu di belahan dunia lain tidak berbeda dengan yang teknik yang kita miliki saat ini, dilihat dari teknik sambungan kayu populer. Perbedaannya lebih jelas terlihat pada kerapihan dan ketelitiannya, karena semua proses pekerjaan didukung dengan baik dengan peralatan-peralatan khusus yang umumnya tidak digunakan oleh para perajin atau tukang kayu di Indonesia.



Dari seluruh teknik sambungan kayu yang kita kenal, dapat ditandai mulai dari kesederhanaannya hingga kerumitannya dan juga kekuatan dan kelemahannya. Seorang desainer penting mengetahui kelebihan dan kekurangan tersebut, untuk dapat menentukan jenis sambungan yang tepat ditinjau dari fungsi, harga, serta estetikanya. Beberapa metode sambungan yang umum kita kenali dalam produk furnitur adalah sbb:

  • Sambungan Ekor (Butt joints)

    Jenis sambungan ini digunakan untuk menyatukan dua atau lebih potongan kayu pada bagian ujung secara sederhana

    • sambungan sudut



  • sambungan adumanis





  • Sambungan Lapis (Lap and Halving Joints)

    jenis sambungan dengan terlebih dahulu membuat celah (rebate) atau seperti sekonengan baik disalah satu sisi atau kedua potongan kayu tersebut.

    • sambungan lapis sederhana



    • sambungan lapis adumanis



  • sambungan lapis silang



  • sambungan lapis sudut



  • sambungan lapis T


  • sambungan lapis ekor burung



  • Sambungan tepi / pinggir (Edge to edge joints)

    jenis sambungan pinggir merupakan sambungan yang biasa digunakan untuk membuat bidang, dan tidak untuk menahan beban kecuali dengan lapisan dasar dibawahnya.

    • sambungan tepi



  • sambungan lidah



  • sambungan lidah lepas









  • Sambungan alur (Housings / dado joints)

    Jenis sambungan dengan model slot / alur

    • sambungan menerus



  • sambungan ekor burung



  • sambungan tidak menerus



  • Sambungan Purus (Mortise & tenon joints)

    Jenis sambungan dengan prinsip (laki-perempuan) dengan batang julur dan lubangnya.

    • sambungan purus menerus
    • sambungan purus ganda
    • sambungan purus kembar
    • sambungan pin
    • sambungan tidak menerus
    • sambungan purus dengan pasak





  • Sambungan jari lurus / biskuit (Bridle joints)



  • Sambungan pasak (Dowel joints)



  • Sambungan ekor burung
    • sambungan ekor burung menerus
    • sambungan ekor burung dekoratif
    • sambungan ekor burung adumanis
    • sambungan ekor burung lapis









  • Sambungan papan lapis



4.2. Teknik Penekukan Kayu (Woodbending)

Hingga kini teknik penekukan kayu tetap merupakan teknik yang eksklusif, walau di negeri skandinavia teknik tersebut sudah menjadi hal yang umum karena sejarah teknik perkayuannya yang sudah amat tua. Peralatan bending masih merupakan barang mahal bagi workshop atau bengkel mebel di Indonesia. Untuk tetap mencapai teknik penekukan kayu maka diperlukan cara khusus yang hanya dapat diterapkan pada jeins papan lapis. sedangkan untuk kayu solid lebih sering diupayakan dengan cara membentuk tekukan dengan membuang daging kayu sampai terbentuk tekukan yang diinginkan.

Teknik penekukan kayu merupakan satu upaya merubah sifat alamiah kayu dengan berbagai macam cara, pemanasan sehingga dapat mengatur partikel pembentuk kekencangan kayu, atau dengan cara membuat celah (groove) secara melebar di sepanjang bidang melintang dari arah tekuk papan (kerfing)

  1. Garis celah tekuk (Kerfing)

    Caranya dengan membuat garis celah menggunakan gerjaji khusus (backsaw) dengan jarak antar celah (groove) yang teratur dan tergantung kurva tekukan. Dengan posisi celah berada searah dengan tekukan atau berada di bagian dalam.






  1. Steam bending

    Suatu proses pemanasan terhadap kayu dengan menggunakan alat pemanas khusus berfungsi melunakkan serat kayu hingga mudah ditekuk. Proses penekukkan biasanya menggunakan strap atau alat bantu tekuk dan mal pembentuknya (fixture)

  1. Tekuk lapis

    Penekukan dengan beberapa tahapan laminasi, yakni merekatkan lembar perlembar papan dengan mengandalkan kekuatan lem sebagai pengikat keteguhan tekuk (dry-bent). Alat bantu lainnya adalah cetakan/mal (Male-female former).





5. APLIKASI PEREKAT, PENGENCANG (Fastening), AKSESORIS (Fitting)

Setelah memahami tentang proses produksi, material, peralatan dan mesin, serta proses pekerjaan sambungan, maka aplikasi pendukung produksi furnitur seperti perekat, pengencang dan aksesoris perlu pula diketahui manfaat maupun proses pengerjaannya. Perekat, pengencang dan aksesoris saat ini telah mengalami perkembangan yang luar biasa.

5.1 Perekat

Sejak berabad lalu lem (glue) telah digunakan sebagai perekat sambungan kayu bahkan sebelum lahirnya perkuatan-perkuatan mekanis/sambungan kayu (wood-joinery). Jenis-jenis lem/perekat dewasa ini sudah jauh berkembang dan memiliki kelebihan diantaranya, tahan terhadap panas, kelembaban (moisture), dan kemampuan rekat yang optimal melebihi kuat serat kayu sendiri.

Beberapa jenis perekat yang bisa kita kenali adalah sbb :

  • Lem Hewan (Animal Glues)

    Diproduksi melalui kulit hewan dan tulang yang menghasilkan katalis protein sebagi perekat berkualitas dan tidak beracun (non-toxic). Digunakan oleh para pekerja kayu tradisional, namun di beberapa tempat di negara asing, masih digunakan untuk perkerjaan vinir bermotif (hand-laid veneer).

  • Glue Gun / Hot Melt Glue

    Berbentuk stik silindris serupa dengan sealant, pengolesan menggunakan alat ellectrical gun yang mengalirkan panas sehingga melumerkan lem stik. Biasa digunakan untuk membuat mock-up atau prototype karena mengering dengan cepat dan praktis. Serta digunakan pula untuk aplikasi industri perekatan vinir terhadap alasnya (groundwork).



  • Lem PVA (Polyinyl Acetate)
  1. Jenis pertama lazim disebut dengan lem putih emulsi pekat (contoh : lem Fox) jenis perekat yang populer dan termurah dapat dicampur dengan air sehingga dapat diatur seberapa cair untuk memudahkan evaporasi kayu terhadap cairan perekat tersebut. Kekurangan lem jenis ini tidak tahan terhadap air (bila menyerap air maka sambungan akan merenggang).
  2. Jenis kedua adalah lem kuning (Contoh : Aibon) cair-kental dan tahan terhadap kelembaban, panas, serta air. Biasanya digunakan untuk lem kayu lapis, dan kayu lunak atau kayu yang memiliki pori serat besar, serta merekatkan plastic laminate seperti HPL.
  • Lem Urea-formaldehyde

    Jenis lem sangat tahan terhadap air, tersedia dalam bentuk bubuk dan dicampur dengan air. Dapat pula digunakan untuk katalis hardener.

  • Lem Resorcinol-resin

    Lem yang paling unggul terhadap ketahanan air, dan cuaca merupakan campuran dari dua bagian resin dan hardener. biasanya dipisah menjadi tiga campuran dalam bentuk cair, resin, hardener, dan lem. Merekat dengan sempurna dengan pengaturan suhu diatas 15oC. Lazimnya digunakan pada produk-produk industri.





  1. Pengencang (Paku, Sekrup dan Dowel)

Paku, Sekrup dan Dowel merupakan satu mekanisme pengencangan sambungan kayu yang sangat baik, selain kuat pemasangannyapun relatif mudah. Pada perkembangannya dua jenis pengencang Sekrup dan Dowel semakin dimodifikasi menjadi jauh lebih baik dari segi, kekuatan, mekanisme, mutu bahan (tahan karat), dan estetikanya.

  • Paku umumnya berkembang pada konstruksi arsitektur dan interior, namun pada pekerjaan kayu, paku digunakan unyuk beberapa hal seperti pembuatan mock-up, juga untuk mengencangkan upholster dengan kayu. Paku merupakan pengencang yang sangat tradisional, paku yang dikendalikan atas tumpuan ketuk sangat sulit dijamin kelurusannya sehingga menjadi hal yang kurang menguntungkan dalam proses produksi furnitur. Beberapa jenis paku yang sering ditemui dalam furnitur adalah sbb :
    • Paku besi, untuk menggabungkan kayu dgn plat metal tipis
    • Paku kursi, dipakai untuk memasang bantalan / pengempuk pada kursi
    • Paku semat, dipakai untuk menyemat kain pada mebel kayu
    • Paku panel, untuk menggabungkan papan
    • Paku Chevron , sebagai penyambung sudut dari kerangka mebel
    • Paku cacing / gelombang (corrugated fastener), untuk sambungan kayu
    • Paku plat (timber connector), plat untuk menggabungkan kayu



  • Sekrup merupakan pengencang sambungan kayu dengan mekanisme ulir berpilinnya (60 persen panjang sekrup adalah ulir) yang ‘menggigit’ kayu. tidak banyak perkembangan dari sisi ulir, perkembangannya dapat dilihat pada ukuran, tipe kepala, lapisan pelindung karat.

Yang perlu diperhatikan dalam proses penyekrupan adalah :

  • Panjang sekrup dan ketebalan bahan
  • Jenis kayu atau bahan
  • Kelurusan proses penyekrupan/kemiringan dapat menggunakan alat bantu pocket-hole screwed joint.
  • mengatur kedalaman sekrup terhadap permukaan kayu.






  • Dowel merupakan bentuk modern dari prinsip mekanis sebuah pasak dalam furnitur, tersusun atas dua bagian yakni pin dan rumahnya. Dowel seringkali digunakan untuk furnitur jenis loose /knock down furniture, Dowel umum dipasang pada furnitur-furnitur fabrikasi karena praktis, dapat di lepas-pasang sehingga memudahkan pengiriman barang.





  1. Aksesoris (Fittings)

A. Engsel

Penggunaan engsel dalam pembuatan storage, cabinet dan produk sejenis sudah merupakan hal biasa, yang perlu diperhatikan adalah pemilihan tipe atau jenis engsel tersebut. Saat ini beragam tipe engsel yang terdapat di pasaran bukan sekedar variasi bentuk, namun juga variasi mekanisme bukaan (doors opening) yang berpengaruh terhadap tampilan kenyamanan menggunakan furnitur tersebut dan menandai citra desain modern. Karena tidak saja menyembunyikan engsel sedemikan rupa sehingga desain tampak bersih (clean) dan mudah dibuka-tutup.

Proses pemasangan engsel membutuhkan proses pembuatan lubang tanam dengan pahat. Beberapa jenis engsel diperlukan lubang tanam yang cukup dalam untuk menyimpan rumah engsel, sehingga diperlukan kemampuan khusus dalam hal menggunakan pahat. Berbeda dengan proses fabrikasi dimana pembuatan celah umumnya menggunakan router machine, sehingga baik ukuran luar dan kedalaman dapat dikerjakan dalam waktu singkat dan rapih. Beberapa tipe engsel yakni :

  • Engsel Kupu-kupu (Butt hinge), engsel tradisional yang masih umum digunakan hingga kini untuk lemari pakaian (wardrobes), dll
  • Engsel Lepas (Lift-off hinge), biasa digunakan untuk cermin lipat, diman sebagai modifikasi desain cermin lipat bisa dilepas.
  • Engsel Flush (Flush hinge), engsel dalam engsel
  • Engsel Sendok (Concealed hinge), engsel paling populer karena mekanismenya bekerja dengan baik
  • Engsel batang (Cranked hinge), engsel kabinet yang dapat terbuka 180O
  • Engsel tidur
    (Flush fitting flap hinge), engsel untuk membuka kebawah









B. Kunci, Handle, Height-adjuster, Glider, Roda (Castor), Drawer

Beberapa atribut furnitur seperti kunci, stopper, height adjuster, glider dan roda merupakan atribut pelengkap dalam produksi furnitur. Proses pemasangannya dapat dilakukan sebelum finishing atau setelah finishing, biasanya atribut yang sifatnya fittings/lepas-pasang dapat dipasang kemudian setelah finishing. Jikalau dalam kondisi tertentu harus tetap terpasang ketika finishing maka perlu kecermatan dalam membuat lapisan pembungkus untuk atribut pelengkap tersebut.

  • Kunci, proses pemasangan biasanya dibantu dengan alat manual seperti pahat dan bor, namun untuk proses fabrikasi menggunakan router machine. beberapa tipe kunci yakni :
    • Sliding door lock,
    • Door,
    • bolt,
    • Magnetic catch (jepit udang), dll





  • Handle, saat ini handle dengan model minimalis sangat banyak ditemui dipasaran, bisanya jenis seperti ini menuntut ketelitian pula dalam proses mengebor kayu agar citra bersih dan minimalis tetap terjaga. Namun banyak pula tersedia dalam bentuk yang tradisional atau antik-kuno seperti figur floral / animal decoration dls.

    Beberapa tipe handle yakni : Drop handle, Ring pull, Drawer knob, flush handle, dls.


    • Drawers atau laci sesuai konsep mekanisnya tarik-geser maka drawer menunjang sebagai rail-track system untuk membantu agar prinsip tarik –geser pada laci menjadi baik. Namun proses pembuatan drawer seringkali sulit dilakukan dengan cara manual karena untuk menjaga kepresisian drawer kiri dan kanan agar bergerak atau bergeser secara seimbang maka seringkali celah yang telah dibuat harus diubah-ubah menggunakan pahat, serta untuk mengatur ketinggian yang sejajar perlu pula mengatur keseragaman tinggi rendah sekrup, dan hal ini sering meninggalkan bekas bor yang kurang baik.





  • Height Adjuster (Glider, pedestal), komponen kaki untuk furnitur yang dapat diatur ketinggiannya. Dipasangkan pada alas bawah furnitur dan dapat diatur tinggi rendahnya dengan memutar baud.





6. RESTORASI, PERBAIKAN DAN FINISHING

6.1 Restorasi Furnitur Kayu

Restorasi furnitur merupakan proses perawatan atau pelestarian terhadap mebel atau furnitur untuk menghilangkan dan mengganti bagian-bagian yang telah cacat dengan mempertimbangkan aspek orisinalitasnya serta perawatan, seperti membuang sisa-sisa bekas perekat, dls.

Perawatan terhadap furnitur yang rusak karena usia maupun penggunaan, menuntut pengetahuan khusus untuk mendapatkan hasil yang baik. Pengetahuan khusus tersebut berupa pemahaman tentang periodisasi, teknik ukir, bahan dan teknik finishing tradisional, serta penguasaan sifat kimiawi dan fisika kayu. Keputusan-keputusan ekstrim juga perlu diambil seperti membongkar konstruksi, atau bahkan memotong bagian yang telah dimakan rayap (worm-eaten) atau ulat kayu dan mengganti dengan kayu baru yang sesuai.

6.2 Finishing Kayu

Perbedaan finished dan unfinished kayu adalah kemampuannya dalam melindungi permukaan kayu terhadap kelembaban, maupun sinar matahari (UV-light) yang dapat menyebabkan perubahan warna karena efek photodegradasi, pembusukkan kayu dan faktor-faktor perusak lainnya.

Finishing interior dan eksterior untuk furnitur terletak pada daya tahan terhadap cuaca dan kelembaban, dimana eksterior membutuhkan proteksi terhadap kelembaban. sedangkan interior menekankan kerapihan serta keindahan penampilan sehingga daya tahannya lebih lama dibanding produk finishing eksterior.

A. Tujuan Finishing Kayu

Aplikasi finishing untuk berbagai macam produk interior maupun furnitur diterapkan dengan beberapa alasan sbb :

1. Memperindah penampilan (Enhancement of appearance)

2. Melestarikan penampilan (Preservation of the appearance)

3. Melindungi kayu dan penampilannya (Protection and appearance)

4. Memudahkan perawatan (Provide an easy to clean surface)

Penampilan akhir dari wood finishing dapat dibedakan dari :

  1. Warna

    Jenis dan warna pada finishing dapat dicapai dengan teknik pengecatan atau pewarnaan kayu sbb:

    natural, transparan, semi transparan, Solid/Duco, Simpang rupa (Special effect).

  2. Bentuk geometris (Geometrical shape)

    Penampilan finishing kayu juga dapat dilihat atas pilihan rupa dasar, yakni dengan finishing pori-pori tertutup (close pore) dan pori terbuka (Open pore)

  3. Tingkat kilap (sheen grade)

    Tingkat kilap seperti gloss, semi gloss, dan dof dapat diatur dengan menentukan pilihan berdasarkan estetika dan keperluannya.

B. Kualitas Finishing Kayu

Menilai finishing kayu dilakukan dengan memperhatikan faktor-faktor berikut :

1. Beauty of the finish

2. Durability of the finish

3. Stability of the finish

Tipe Cat Finishing

a. Shellac

Shellac merupakan campuran finishing paling tua dan masih digunakan hingga kini. bahan dasar pewarna diperoleh dari serangga sejenis kutu yang umum terdapat di India dan Siam. Terdiri dari dua dua pilihan warna natural color
(orange shellac) dan bleeched color (white shellac). Jenis natural digunakan pada kayu berwarna gelap, sedangkan bleeched untuk kayu yang cenderung putih / terang.

b. Pernis (Varnish)

pernis adalah materi berupa resin yang dicampur dengan terpentin. Awal mula resin diperoleh dari fossil tapi hingga kini sudah digantikan dengan resin sintetis. Proses pengeringan memakan waktu hingga 24-48 jam, oleh sebab itu sering ditambahkan aplikasi pengering (drying agents) untuk mempercepat pengeringan.

c. Lacquer

Lacquer sangat populer dalam sistem finishing kayu, Mengering hanya dalam 30-60 menit sehingga mengurangi kemungkinan debu menempel pada permukaan dalma waktu yang demikian pendek. Selain itu tahan terhadap air, alcohol, dan stain. Bahan dasar lacquer adalah Nitrocellulose. efek akhirnya menghasilkan permukaan film yang sangat keras.

Bagan Tipe Cat Finishing

JENIS

SIFAT

PENGGUNAAN

Cat NC / Lacquer

(Nitro Cellulose)

  • 1 komponen
  • Cepat kering
  • Mudah dicat ulang (mudah perawatan)
  • Cocok untuk finishing open pore
  • tidak berbau pedas / tajam

Mebel & interior yang membutuhkan refinishing praktis seperti hotel.

Cat Melamic

  • 2 komponen

(cat harus dicampur dengan hardener)

  • Tahan gores
  • Tahan terhadap bahan kimia rumah tangga
  • Tahan air
  • Gloss baik (utk top coat gloss)

Mebel & interior umumnya

Cat Acrylic

  • 1 komponen
  • Berwarna sangat bening
  • Tidak menguning
  • Mudah dicat ulang (mudah perawatan)

Mebel & interior dengan sistem finishing natural atau semi transparan color

Cat Polyurethane

  • 2 komponen (pokyol + isocyanate)

(cat harus dicampur dengan hardener)

  • Tahan gores
  • Tahan terhadap bahan kimia rumah tangga
  • Tahan air
  • Non-Toxic

Mebel berkualitas tinggi & interior rumah mewah

Juga untuk mainan anak-anak / kerajinan tangan berkualitas tinggi


Sistem Finishing Kayu

Langkah atau tahapan dalam proses finishing kayu secara ilmiah disebut sebagai ‘finish system/cycle/formula’. Sistematika Finishing Kayu (Wood Finishing System) umumnya dipraktekkan dengan beragam sistematika. Pengecatan finishing kayu secara dasar terdiri atas beberapa aplikasi dengan fungsinya masing-masing yang dibedakan atas :

  1. Wood Filler, yaitu bahan aplikasi pengisian pori dan celah kayu
  2. Wood Stain, yaitu bahan aplikasi pewarnaan terhadap kayu
  3. Cat Dasar, yaitu bahan aplikasi pelindung pewarnaan kayu
  4. Cat Akhir, yaitu bahan aplikasi pelindung akhir dan tingkat kilap (sheen grade)

Mempersiapkan Permukaan

Persiapan permukaan dapat dibedakan atas :

  • jenis furnitur atau kayu yang telah mendapatkan aplikasi (treatment) finishing sebelumnya
  • jenis furnitur atau kayu sama sekali baru

    Untuk furnitur atau kayu yang telah mengalami proses finishing maka perlu dilakukan, pengelupasan serta bleaching untuk membersihkan/mengatur warna kayu, namun untuk furnitur atau kayu baru prosesnya dapat dengan langsung mengisi pori atau urat kayu (wood filling)

A. Pengelupasan (Stripping)

Proses pengelupasan dilakukan pada kayu atau furnitur lama, yang telah di finishing, metode yang dilakukan adalah

1. Mechanical stripping :

– metode pengelupasan/pengelentekkan dengan alat kape atau pisau besi dengan terlebih dahulu mengalirkan udara panas pada kayu tersebut.

– Metode pengelupasan dengan material abrasif seperti kertas amplas (sand paper)

2. Chemical stripping :

– Campuran kimiawi untuk mengangkat dan membuang lapisan finishing (paint strippers/finish removers) yakni Jenis campuran kimiawi aktif berupa Methylene Chloride atauu N-Methyl-2-Pyrolidone (NMP). Dengan menggunakan bantuan sikat maka kerekatan lapisan finishing dengan kayu dapat terlepas. Bila lapisan finishing berlapis-lapis maka proses pengelupasan tersebut dapat dilakukan berulang-ulang.


B. Pemutihan (Bleaching)

Teknik bleaching merupakan proses membuang bekas finishing yang tingkat kerekatan sangat kuat sehingga meninggalkan residu sekalipun sehabis diamplas. proses ini disebut dengan proses pemutihan kayu menggunakan bleaching asam oxalic atau jenis lain seperti hydrogen peroxide.

C. Perataan (Patching)

Mempersiapkan permukaan kayu menjadi hal penting untuk mendapatkan hasil finishing yang optimal. Beberapa hal yang perlu dipersiapkan untuk kayu baru (belum ada treatment finishing adalah dengan membersihkan dan menambal cacat (defect) permukaan kayu seperti retak (cracks), lubang (holes), dan mata kayu (dead knots).

Proses perataan adalah proses pengisian pori, celah dan lubang pada permukaan kayu dengan menggunakan wood filler. Umumnya wood filler mengandung resin yang dapat menyelinap masuk kedalam lubang kayu dan kemudian berefek kering seperti donat (donut effect), penting pula mempertimbangkan bahan wood filler yang ramah lingkungan dengan bahan campuran air (wood filler water-based).

Tahapan penambalan pori/serat &pengamplasan merupakan satu paket kerja.

a. Menambal lubang kayu (Wood Filling)

Fungsi utama wood filler adalah mengisi pori-pori kayu untuk memperoleh penampilan finishing dengan tipe close pore. Pengisian pori-pori kayu merupakan tahap paling awal dari rangkaian sistem finishing. Sifat-sifat yang dimiliki oleh wood filler yang baik adalah cepat kering, mudah diamplas dan menyerap stain tanpa menimbulkan belang-belang.

Beberapa ragam wood filler yakni :

  • Stopper, sejenis dempul kayu yang dapat dicairkan dengan air (water-based) atau pelumas seperti thinner (oil-based), penyesuaian warna dapat dilakukan dengan menambahkan pewarna kayu (woodstain) dengan alat bantu seperti palet (chisel) atau pisau khusus untuk memolesnya.
  • Cellulose Filler, Jenis dempul kayu berupa serbuk dengan campuran pasta pengencang dan air.
  • Shellac Sticks, Jenis dempul untuk menambal lubang seperti mata kayu dan retak. Wujudnya berupa stik shellac yang dikeraskan sehingga perlu menggunakan solder atau glue-gun untuk mencairkannya
  • Wax Sticks, Jenis dempul atau pengisi celah kayu yang berukuran tipis (hairline) khusus untuk finishing wax-polished yang penggunaannya menggunakan campuran resin pigmen pewarna





b. Mengamplas permukaan kayu (Sanding)

Pengamplasan dimaksudkan untu mengangkat woodfiler yang tersisa pada permukaan kayu selain yang masuk dalam pori-pori kayu. Untuk membuang sisa-sisa woodfiller maka diperlukan amplas halus yang tidak akan banyak mengambil permukaan kayu, seperti kertas amplas halus no. 240/180.

Berbagai macam material yang digunakn untu kmenghasilkan kertas amplas seperti Silicon carbide, zirconia, ceramic, dan untuk backing kayer digunakan kain, paper





E. Pewarnaan (Staining)

Fungsi utama Wood Stain adalah mewarnai kayu sesuai dengan warna natural kayunya, ataupun pilihan berbagai macam warna khusus (fancy sealer) yang tidak natural. Ciri yang baik dari Wood stain adalah tidak menutupi serat-serat kayu tetapi justeru memperjelas dan memperindah serat-serat kayu. Sifat-sifat yang dimiliki oleh wood stain yang baik adalah cepat kering, penetrasi kedalam kayu baik sehingga serat-serat kayu yang telah diwarnai tampil dengan cerah dan hasil warna tidak mudah pudar, kecuali bila langsung terkena sinar matahari.

Aplikasinya dapat menggunakan kuas/spray gun kemudian diratakan dengan kain bal/kain katun sebelum mengering. Perlu diperhatikan pula bahwa stain tidak memerlukan pengamplasan seperti pada proses aplikasi lainnya. Modifikasi berupa pencampuran beberapa warna juga sering digunakan. Pembuatan efek-efek seperti retak seribu, motif marmer, granit, dls merupakan proses modifikasi kreatif wood staining dengan teknik khusus keterampilan penyemprotan cairan thinner.

Pada dasarnya, semua jenis wood stain merupakan variasi dan kombinasi dari kedua tipe stain berikut ini :

1. Dye stains

Jenis Dye Stains hanya menyerap pada serat kayu namun tidak masuk hingga ke pori-pori, tersedia dua tipe :

– Jenis aniline sensitif terhadap sinar matahari hingga cahaya buatan

– NGR (Non Grain Raising) dengan alcohol atau acetone base yang optimal menghasilkan kebeningan dan tahan terhadap Ultra Violet (UV resistance)

2. Pigment stains

Pigmented stains menghasilkan kekuatan warna yang mantap menerap hingga ke serat dan pori kayu sehingga banyak direkomendasikan bagi finishing arsitektural. Saat ini tersedia dalam bentuk cair maupun gel.



F. Pengisian Urat kayu (Grain filling)

Pengisian urat kayu yang optimal menggunakan Grain Filler akan menghasilkan efek permukaan cermin ang sangat baik. Namun sangat jarang digunakan sekalipun oleh ahli finishing pofesional disebabkan tidak populernya produk ini dan sulit dalam penggunaannya. Pengisian urat kayu sangat disarankan untuk berapa jenis kayu misalnya, mahoni, oak dan walnut. Proses pengisian urat kayu (grain filling) dilakukan setelah pewarnaan kayu (staining). Grain filler juga mengandung cukup banyak resin dan kadar minyak yang mebutuhkan kecermatan yang hati-hati.

G. Melindungi warna kayu (Base Coating)

Cat dasar atau sering disebut Sanding Sealer merupakan satu tahapan aplikasi untuk melindung lapisan pewarnaan kayu oleh stain, bahkan sering pula proses ini dilakukan 2 atau 3 tahap lapisan dengan terlebih dahulu melakukan amplas mengambang permukaan yang telah di-sanding sebelumnya dengan kertas amplas terhalus. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan lapisan yang tebal dan permukaan yang rata serta licin.

H. Melindungi dan mengkilaukan seluruh proses finishing (Top Coating)

Cat akhir atau top coating merupakan sentuhan terakhir dari tahapan finishing. selain untuk memberikan efek kilau juga sebagai pelindung akhir dari seluruh proses aplikasi finishing.



Teknik semprot (Spraying)

  1. Mempersiapkan kompresor, dibutuhkan bebera menit untuk menstabilkan tekanan angin, sehingga tidak ada letupan-letupan mendadak yang membuat cacat pada finishing.
  2. Mempersiapkan campuran aplikasi finishing dengan takaran atau komposisi yang sesuai dan menjaga konsistensi campuran dalam tabung (cup) yang benar-benar terbebas dari partikel apapun. Kini tersedia filter untuk menyaring udara yang keluar dari kompresor menjamin kebersihan aliran udara.
  3. Atur tekanan angin agar tidak terjadi over-spray.
  4. Selalu mempersiapkan papan untuk menguji kepekatan campuran dan juga tekanan angin.
  5. Selesai melakukan finishing, cup dan gun harus benar-benar dalam kondisi bersih, terbebas dari sisa cairan finishing yang tertinggal dan lama kelamaan menjadi residu.












Keamanan dalam proses finishing

Hal-hal yang perlu dijaga dalam proses Finishing adalah :

  • Umumnya bahan-bahan finishing mudah terbakar (flammable), sehingga tempatkan bahan-bahan tersebut pada posisi yang jauh dari panas dan api seperti rokok, lampu, dls.
  • Bahan-bahan finishing merupakan bahan kimia yang sangat beracun sehingga hindari menghisap secara berlebihan dan terus menerus
  • Tersedia cream pelapis kulit tangan skin cleanser khusus untuk membersihkan sisa cairan finishing yang melekat pada kulit, tidak dianjurkan menggunakan cairan thinner untuk membersihkannya.

6.3. Isu Kontemporer

Finishing ramah lingkungan

Isu tentang produk ramah lingkungan (green ethics) merupakan isu global berefek sangat luas terhadap perkembangan produk-produk industri. Negara maju sudah mulai terbiasa dengan penggunaan aplikasi finishing dengan bahan dasar air (water-based finishing). Selain diatur dalam undang-undang, budaya serta perilaku konsumen yang kritis turut menjadi pertimbangan dasar berubahnya era aplikasi finishing berbahan dasar minyak (oil-based)

Proses finishing sekecil apapun akan menghasilkan Volatile organic compounds (VOCs) yang merupakan himpunan material organis dalam mengering, kemudian menguap dan dikategorikan sebagai polusi udara. Pada negara-negara maju, penggunaan formulasi jenis ini telah dilarang keras dengan keluarnya peraturan tentang polusi udara melalui EPA (Environmental Protection Agency)/Deutch Industrie Norms (DIN).

Special purposed Finishing

Fire-Retardant Coatings

Jenis lain dari aplikasi finishing untuk keperluan khusus tipe finishing tahan api (fire-retardant coating). Jenis ini biasanya memiliki kadar rendah lapisan film dan dilapisi oleh lapisan yang tahan terhadap reaksi pyrolysis. Aplikasi finishing tahan api biasanya digunakan untuk produk-produk interior yang perlu menghambat kebakaran, seperti pada interior atau perpustakaan, bank, dls.

DAFTAR PUSTAKA

 Bengkel Mebel dan Permasalahannya

Prabu Wardono

Skripsi Sarjana, Jurusan Seni Rupa ITB, 1984.

 Collins Complete Wood Worker’s Manual

Albert Jackson & David day

William Colins and Son, London, 1989.

Finishes for Exterior Wood

Williams, R.S.; Knaebe, M.T.; Feist, W.C.

Madison, WI: Forest Products Society. From Forest Products Laboratory.

Wood handbook—Wood as an engineering material. Gen. Tech. Rep. FPL–GTR–113. Madison, WI:

U.S. Department of Agriculture, Forest Service, Forest Products Laboratory, 1996.

 Getting Started in Woodworking, Skill-building projects that teach the basics

Aimé Ontario Fraser

The Taunton Press, 2003.

Manajemen Produksi

Assauri Sofyan

Jakarta, LPFE UI, 1978.

Pemanfaaatan Kayu Karet di dalam Industri Mebel di Indonesia

Mamat Hudiaman,

Skripsi Sarjana, Departemen Seni Rupa, FTSP – ITB, 1980

 The Technique of Furniture Making (4th Edition)

Ernest Joyce

BT Batsford Ltd., London, 1987.

 Woods and Wood Working for Industrial Arts (2nd Edition)

Delmar W. Olson

Prentice-Hall International, Inc., Englewood Cliffs, 1965.

 Wood Technology

G. E. Baker & L. Dayle Yeager

Howard W. Sams & Co. Inc., Indianapolis, 1974.

http://www.osuextra.com

Division of Agricultural Sciences and Natural Resources • Oklahoma State University

Oklahoma Cooperative Extension Fact Sheets

[On-line Available]