PENERAPAN KOMPOSISI UKIRAN

Konsep, Kaidah dan Desain Ragam Hias Ukiran pada Sebuah Produk

Oleh Aji Koswara

Pelatihan Desain dan Ukir Kayu 2010, Tim FSRD ITB & PPPPTK Seni dan Budaya Yogyakarta.


  1. PENDAHULUAN

    Elemen ukiran pada suatu produk seringkali keberadaannya ditafsirkan dengan pandangan yang beragam.. Penafsiran yang beragam itu disebabkan oleh sifat umum dari fungsi ukiran yaitu untuk memperindah atau mempercantik suatu barang atau produk. Lebih jauh lagi pandangan mengenai ukiran pada masa kini juga sering menjadi perdebatan yang menarik mengenai perlu tidaknya suatu produk memiliki ornamen ukiran. Ukiran itu jika diperlukan, maka apa tujuan dan bagaimana desain serta penempatannya? Pertanyan seperti itu memberikan tantangan baru bagi rancangan ukiran pada produk yang sesuai dengan kebutuhan masa kini. Walaupun demikian, ukiran dan unsur visual desain lainnya pada suatu produk selayaknya ditempatkan sebagai suatu yang “melebur”, menjadi suatu kesatuan yang utuh. Akibatnya adalah bahwa proses perancangannya menempatkan ‘ukiran’ sebagai unsur visual bersama-sama dengan unsur visual desian lainnya yang terdiri dari : titik, garis, bidang, tekstur, warna dan volume serta ukiran. Dari semua pandangan mengenai ukiran, ada hal yang tampaknya menununjukan kesepakatan pandangan, yaitu bahwa daya tarik suatu ukiran tercermin dari kekaguman terhadap keterampilan tangan pengukirnya yang membawa pada penjelajahan nilai dan atau simbol yang ingin disampaikannya. Nilai yang paling sederhana adalah nilai keindahan ukiran yang sifatnya sangat subyektif, dirasakan melalui indera penglihatan dan indera rasa.

     

  2. TUJUAN PEMBELAJARAN

    Setelah selesai mengikuti pembelajaran atau pelatihan ini, peserta pelatihan diharapkan memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang ukiran serta dapat membuat rancangan ukiran yang estetis pada suatu produk.

  3. PENDEKATAN PEMBELAJARAN

    Pendekatan pembelajaran yang digunakan adalah pendekatan pembelajaran pemecahan masalah melalui pola-pola berpikir kreatif dengan teknik pemberian stimulan berupa teks dan gambar-gambar sketsa. Bobot pembelajaran teori dan praktek 30% berbanding 70%, yang disampaikan secara

     

  4. KONSEP DESAIN, KAIDAH RAGAM HIAS UKIRAN PADA SUATU PRODUK

    Ukiran pada hakehatnya keberadaannya tidak bisa berdiri sendiri, ukiran dirancang untuk menjadi bagian dari suatu barang atau produk, baik produk barang 2 dimensi maupun produk barang 3 dimensi. Dari aspek pembelajaran Bahan ajar ukiran dapat dikategorikan sebagai : (a)Bahan ajar yang sifatnya keterampilan teknis, (b) Bahan ajar yang berkaitan dengan gagasan-gagasan kreatif.

     

    D.1 Konsep Desain Ragam Hias

    Konsep Desain Ragam hias pada suatu produk akan berkaitan dengan gagasan-gagasan kreatif penciptaan desain ragam hias pada suatu produk. Ukiran terkait erat dengan karakteristik teknik atau alat yang digunakan yaitu pahat ukir, maka secara konsep, Desain Ragam hias ukiran akan berhubungan dengan pemikiran mengenai: (a) Ukiran secara konseptual merupakan bagian utuh dari rancangan suatu produk yang memiliki tema atau konsep tertentu. Artinya ukiran merupakan bagian dari suatu produk yang memiliki aspek kegunaan tertentu. (b)Desain Ragam hias ukiran sebaiknya mengeksplorasi kekuatan-kekuatan yang dimungkinkan oleh penggunaan pahat ukir yang tidak dapat dilakukan oleh peralatan lain dan (c) Ukiran merupakan hasil pekerjaan tangan yang sangat cermat, teliti tetapi tidak memperlihatkan kesamaan mutlak pada detail-detail jejak pahatannya, bahkan seringkali pada raut bentuk yang lebih besar, sehingga tidak menjadi semacam produk masal yang bisa dilakukan dengan bantuan peralatan mesin kayu atau hasil pengunaan “copying machine’.

 

D.2 Kaidah Desain Ragam Hias

Kaidah dalam ukiran menjadi sangat penting jika ukiran yang dibuat dengan motif, teknik serta gaya-gaya ukiran klasik hasil para pengukir pendahulu yang mumpuni, yang keberadaannya diakui secara luas. Kaidah itu akan berkaitan dengan bentuk permukaan, motif yang digunakan, arah dan gerak motif, makna, simbol serta tempat pada produk dimana ukiran itu ditempatkan. Kaidah-kaidah itu sebaiknya dipelajari lebih mendalam secara terpisah karena akan menyangkut aspek yang sangat kompleks seperti aspek komparasi dan perkembangan budaya. Ini penting untuk dipelajarai secara bertahap sebagai penghargaan atau penghormatan pada para pengukir pendahulu, para Mpu yang berhasil mengembangkan bahkan menciptakan gaya ukiran yang dikenal luas di berbagai negara.

Keragaman tampak pada berbagai aspek misalnya Ragam hias Pajajaran memiliki Pokok: semua daun atau bunga besar maupun kecil dibuat cembung. Ragam hias Pajajaran memiliki Culo besar atau kecil berbentuk cembung. Ragam Hias Bali memiliki Pokok: cembung dan cekung serta memiliki sunggar, yaitu sehelai daun yang tumbuh membalik dimuka berbentuk berbentuk krawingan, tumbuh dari ulir bagian benang. Ragam hias Jepara garis besar motifnya berbentuk prisma-segitiga yang melingkar-lingkar dan pada penghabisan lingkaran berpecah menjadi beberapa helai daun menuju ke bagian gagang atau pokok. Kaidah-kaidah tersebut secara visual menunjukan karakteristik ragam hiasan tertentu. Di Jawa dan Bali terdapat banyak gaya ukiran yang sudah dikenal dan diakui secara luas seperti : Gaya ukiran Pajajaran, Cirebon, Pekalongan, Mataram, Majapahit, Bali, dan Madura. Tiap perbedaan gaya atau ragam hias memperlihatkan karakteristik tersendiri. Perbedaan keindahann dari masing-masing gaya akan lebih dapat dirasakan ketika berhadapan langsung dengan ukiran yang menjadi bagian dari produk atau barang. Artinya adalah, bahwa kaidah bagi sebuah karya ukiran juga menyangkut pada kedekatan atau persamaan yang dapat dirasakan oleh para pemerhatinya. Sebagai contoh amatilah gaya ukiran Madura dan kemudian perbandingkanlah dengan gaya ukiran Jepara, maka apa yang dikemukakan di atas akan dapat lebih dirasakan keberadaannya, terutama dalam upaya memahami kaidah-kaidah ukiran.

Ragam hias ukiran juga berkembang sejalan dengan kebutuhan masyarakat masa kini, maka terbuka kemungkinan pada tumbuhnya gagasan-gagasan baru ragam hias ukiran. Keberadaan kaidah tentunya didahului oleh kebakuan yang diakui keberadaannya di masyarakat, maka ragam-ragam hias masa kini dapat menempatkan kaidah-kaidah ukiran klasik sebagai rambu-rambu dalam proses kreatif penciptaan ragam hias ukiran baru dan membuka luas peluang bagi tumbuhnya kaidah baru bagi ukiran.

 

  1. DESAIN RAGAM HIAS UKIRAN

    Desain ragam hias ukiran dapat berada pada barang produk atau pada karya Desain Arsitektur. Konsep dan Kaidah pada keduanya pada hakekatnya sama, hanya pada aspek dimensi ruang yang memberi nuansa perbedaan dan berpengaruh pada pilihan gaya, detail dan penempatannya.

  2. BEBERAPA GAGASAN STUDI DESAIN RAGAM HIAS UKIRAN PADA PRODUK.

F1. Studi 1A

Gambar No: F1/1

Pengantar Studi Ruang ‘3 Dimensi’ Pada Bidang datar

 

F1. Studi 1B

Studi 1B: ‘Ruang 3 Dimensi” pada Ukiran Bidang datar

(Lihat Gambar No: F1/1)

Tujuan Pelatihan:

Setelah melakukan latihan ini peserta pelatihan dapat menggambarkan ruang

‘3 Dimensi’ ukiran pada kayu bidang datar, dengan memanfaatkan faktor penempatan obyek ukiran secara perspektifis dan komposisi kedalaman dan kedangkalan ruang, serta perbedaan dimensi antara obyek yang beada di depan dan yang dibelakang.

Pengantar Latihan Praktek Desain

  1. Tentukan bentuk geometris yang akan dijadikan sebagai obyek studi, misalnya : Bola, kerucut, silinder, limas atau kubus.
  2. Letakan bola diantara satu bidang datar (disini contohnya Dinding tembok bata). Bidang tersebut bisa berupa bidang, atau garis atau kumpulan titik.
  3. Tempatkan raut bentuk bola pada: (c1) Tempatkan bola kedua-duanya pada anak tangga, (c2) Tempatkan bola satu di atas anak tangga dan bola lainnya di depan bidang dinding bata dan (c3). Tentukan penempatan bola yang satu dibelakang bidang dinding bata dan bola lainnya didepan bidang dinding bata.
  4. Perhatikan ketiga gambar tersebut, kemudian bandingkan dan rasakan ruang ‘3 dimensi’ yang terjadi pada ketiganya.

 

Latihan


Buatlah latihan seperti di atas dengan menggunakan motif yang berbeda (pengganti bola) serta unsur visual pembatas yang lain (pengganti bidang bata), dengan susunan yang disesuaikan dengan karakteristik elemen visual yang berbeda . Amati hasilnya dan kembangkan ke kemungkinan-kemungkinan diperolehnya ruang ‘3 dimensi’ yang lain lagi.

Hasil Latihan

Hasil latihan akan berupa gambar sketsa ruang ‘3 Dimensi’ yang digambar pada satu lembar kertas gambar yang terpisah.

 

F2.Studi 2A

 Gambar No: F2/2

Studi Awal Sketsa Motif Tumbuhan

 

F2. Studi 2B

Studi 2B: Sketsa Awal Desain Ukiran Motif Tumbuhan

(Lihat Gambar No: F2/2 )

A. Tujuan Pelatihan:

Setelah melakukan latihan peserta diharapkan dapat membuat sketsa tumbuhan yang merupakan keterampilan awal dalam membuat Desain Ukiran motif tumbuhan pada bidang datar.

 

B. Pengantar Latihan Praktek Desain

(a). Amatilah lingkungan tumbuhan di sekitar kita, kemudian pilihlah satu pohon atau satu kelompok pohon dan buatlah gambar sketsanya yang struktur keseluruhan dan detailnya dibuat semirip mungkin dengan pohon yang sebenarnya.

  1. Gambar sketsa Garis-garis (gambar tangkai atau rantingnya) dan bidang-bidang (daunnya) mungkin terlalu riuh atau ramai untuk dibentuk oleh pahat ukir.
  2. Lakukan pengamatan terhadap gambar tersebut meliputi bentuk keseluruhan, keseimbangannya, garis-garisnya, bidang-bidangnya, titik dan unsur visual lainnya yang ada pada gambar tersebut.
  3. Perhatikan dan amati sketsa yang saudara buat dan tentukan inti dari keseluruhan struktur pohon, konfigurasi bidang-bidang (daun) dan elemen-elemen yang tidak esensial dihilangkan.
  4. Buatlah sketsa desain ukiran motif tumbuhan yang merupakan perkembangan dari gambar sketsa awal yang telah dibuat sebelumnya.

 

C. Latihan

Buatlah latihan seperti di atas dengan menggunakan motif tumbuhan yang ada diseliling, selanjutnya dikembangkan menjadi sketsa desain motif ukiran tumbuhan yang siap untuk diterapkan..

D. Hasil Latihan

Hasil latihan akan berupa: (a) Sketsa gambar tumbuhan, (b) Sketsa gambar desain ukiran yang merupakan pengembangan dari sketsa (a).


F3.Studi 3A

 

Gambar No: F3/3

Gambar struktur motif tumbuhan sebelum diperkaya

untuk menjadi suatu motif ukiran

F3. Studi 3B

Studi 3B: Sketsa Awal Desain Ukiran Motif Tumbuhan

(Lihat Gambar No: F3/3 )

 

  1. Tujuan Pelatihan:

    Setelah melakukan latihan peserta diharapkan dapat membuat sketsa sketsa struktur batang pohon, cabang dan ranting pohon yang membentuk suatu pohon.

     

  2. Pengantar Latihan Praktek Desain

    Tidak semua cabang atau ranting pohon yang ada harus digambar, pilih da tentukan cabang dan ranting pohon yang secara keseluruhan satu dengan yang lainnya memiliki nilai estetis.

    1. Amatilah lingkungan tumbuhan di sekitar kita, kemudian pilihlah satu pohon atau satu kelompok pohon dan buatlah gambar sketsa struktur pohon keseluruhan (sketsa 1)
    2. Perhatikan gambar sketsa tersebut, mungkin saja cabang atau ranting pohonnya terlalu kompleks atau rumit, atau barangkali kurang banyak sehingga terkesan kosong. Tambahkan atau kurangi batang atau ranting sehingga pohon tampak lebih menarik (sketsa 2)
    3. Gambar sketsa Garis-garis (gambar tangkai atau rantingnya) dan bidang-bidang (daunnya) mungkin terlalu riuh atau ramai untuk dibentuk oleh pahat ukir, kurangi dan seimbangkan (sketsa 3) dan seterusnya.
    4. Lakukan pengamatan terhadap gambar tersebut meliputi bentuk keseluruhan, keseimbangannya, garis-garisnya, bidang-bidangnya, titik dan unsur visual lainnya yang ada pada gambar tersebut.
    5. Perhatikan dan amati sketsa yang saudara buat dan tentukan inti dari keseluruhan struktur pohon, konfigurasi bidang-bidang (daun) dan elemen-elemen yang tidak esensial dihilangkan.
    6. Buatlah sketsa desain ukiran motif tumbuhan yang merupakan perkembangan dari gambar sketsa awal yang telah dibuat sebelumnya.

 

  1. Latihan

    Buatlah latihan seperti di atas dengan menggunakan motif tumbuhan yang ada diseliling, selanjutnya dikembangkan menjadi sketsa desain motif ukiran tumbuhan yang siap untuk diterapkan..

     

  2. Hasil Latihan

    Hasil latihan akan berupa: (a) Sketsa gambar tumbuhan, (b) Sketsa gambar desain ukiran yang merupakan pengembangan dari sketsa (1.2 dan seterusnya).

F4.Studi 4A


 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar No: F4/4

Sketsa Motif Bunga Azalia

 

F4. Studi 4B

Studi 4B: Sketsa Awal Desain Ukiran Motif Bunga

(Lihat Gambar No: F4/4)

 

  1. Tujuan Pelatihan:

    Setelah melakukan latihan ini peserta latihan dapat membuat sketsa awal ukiran motif tumbuhan dengan gaya naturalis dan dapat membuat sketsa ukiran motif bunga dari sketsa motif tumbuhan awal.

 

  1. Pengantar Praktek Latihan Desain
    1. Garis-garis pada gambar sketsa bunga No: F4/4 memperlihatkan gambar garis-garis dan bidang yang lebih jelas, tetapi masih belum cukup untuk dijadikan sebagai gambar sketsa desain ukiran yang siap digunakan.
    2. Elemen visual garis dan bidangnya perlu ditambah atau dikurangi sesuai dengan kebutuhan untuk mewujudkan ukiran yang terkesan garis-garisnya luwes sesuai dengan karakteristik bunga.
    3. Pengamatan dilanjutkan dengan mencari setangkai bunga dan ranting kecilnya kemudian buatlah gambar sketsa desainnya.
    4. Perhatikan elemen-elemen visual yang digambar karena setiap titik, garis atau bidang akan dibentuk oleh pahat ukir yang sesuai dengan dimensi yang telah ditentukan melalui gambar sketsa.
    5. Pola penempatan motif dapat dilakukan dengan studi-studi sederhana seperti tampak pada gambar berikut:


 

Gambar No: F4/4A

Studi penempatan pola bunga pada bidang motif ukiran

Studi motif bunga bisa dikembangkan dengan studi penempatan motif bunga pada berbagai raut bentuk bidang dan pengembangan motif itu sendiri.

 

  1. Hasil latihan

    Hasil latihan berupa gambar sketsa Desain Ukiran Motif Bunga digambar pada kertas gambar yang terpisah.

 

F5. Studi 5A, B, C, D

 

 

Gambar No:F5/5A

Sketsa awal desain ukiran motif tumbuhan merambat.


Gambar No:F5/5B

Sketsa awal desain ukiran motif tumbuhan merambat

 


Gambar No:F5/5C

Sketsa awal desain ukiran motif tumbuhan merambat.

 

 

Gambar No:F5/5D

Sketsa awal desain ukiran motif tumbuhan merambat.

 

F6. Studi 6A

Studi 6B: Sketsa awal desain ukiran motif tumbuhan merambat

(Lihat Gambar No: F5/5A,B,C,D)

 

A. Tujuan Latihan:

Setelah melakukan latihan ini peserta latihan mengetahui dan dapat membuat sketsa awal ukiran motif tumbuhan merambat dengan gaya naturalis dan dapat membuat sketsa ukiran motif bunga dari sketsa motif tumbuhan awal.

  1. Pengantar Praktek/Latihan Desain
  1. Tiga gambar yang diletakan berurutan ke bawah memperlihatkan langkah-langkah dalam mencari pola-pola arah dan gerak motif tumbuhan merambat.
  2. Terdapat banyak kemungkinan jumlah langkah yang dapat digunakan, bisa tiga langkah atau bahkan sampai lima langkah.
  3. Elemen visual garis yang memiliki arah dan gerak merupakan tempat untuk menempatkan elemen visual lainnya seperti bidang yang berupa daun, bunga atau buah.
  4. Studi ini memiliki kemungkinan yang luas, sebagai contoh berapa ratus raut kontur motif daun yang bisa digambar dan juga distilir sehingga menjadi raut bentuk yang menarik.
  5. Penempatan dan kepadatan ruang antara daun dengan daun, daun dengan ranting dengan buah dan seterusnya berpengaruh pada pilihan desain yang hendak dimunculkan.
  6. Perlu berhenti sejenak untuk mengamati secara lebih mendalam apakah konfigurasi yan dibuat sudah ‘baik’.
  7. Perhatikan elemen-elemen visual yang digambar karena setiap titik, garis atau bidang akan dibentuk oleh pahat ukir yang sesuai dengan dimensi yang telah ditentukan melalui gambar sketsa.

 

  1. Latihan

    Dengan pola pemikiran yang serupa dan dapat diperkaya dengan gagasan yang muncul selama proses latihan, buatlah Ragam Hias tumbuhan merambat yang lebih menarik.

     

  2. Hasil Latihan

    Hasil latihan berupa gambar sketsa Desain Ukiran Motif Tumbuhan merambat yang digambara pada kertas gambar yang terpisah.


  1. BEBERAPA GAGASAN STUDI DESAIN RAGAM HIAS UKIRAN PADA PRODUK.

 

F7.Studi 7A

F7. Studi 7B

Studi 6B: ‘Ranting Pohon’ sebagai Gagasan Desain Ukiran

(Lihat Gambar No: F7/7A)

 

Tahap-tahap pembelajaran:

  1. Tujuan Latihan:

    Setelah melakukan latihan ini peserta latihan dapat memilih dan menentukan raut visual dalam membuat sketsa awal ukiran motif tumbuhan dan mampu memperkaya dengan menambahkan elemen visual lainnya dalam satu konfigurasi elemen-elemen visual baru.

     

  2. Pengantar Praktek/Latihan Lihat Gambar No: F7/7A:
    1. Gambarlah kontur sebatang ranting pohon yang bentuknya memiliki daya tarik estetis tertentu.
    2. Buatlah beberapa raut ranting-ranting yang serupa.
    3. Susunlah ranting-ranting yang serupa dengan pola tertentu, misalnya dengan menempatkan, berjajar, bersinggungan, saling tumpang tindih, begitu juga arahnya: tegak lurus, miring atau berbaring
    4. Pada awal penyusunan elemen-elemen visual, gunakanlah teknik pola ulang, kemudian kembangkan ke pola-pola atau konfigurasi kreatif yang lain.
    5. Perkayalah elemen visual ranting dengan unsur visual lainnya seperti bidang, atau tekstur serta bentuk atau volume. Elemen visual itu dapat berupa buna, buah atau daun dan tekstur.
    6. Penyusunan elemen visual ukiran juga akan diperkaya nilai-nilai yang hanya dapat dirasakan dengan indera rasa, jika sejak awal dan selama penyusunan di tentukan tema ukiran yang diinginkan.
    1. Latihan

      Buatlah gambar sketsa pengembangan desain ukiran dari ide”Ranting pohon”, dengan menambahkan dan mengurangi elemen viaual yang tidak perlu.

  1. Hasil Latihan

    Hasil latihan berupa gambar sketsa Desain Ukiran Motif motif tumbuhan merambat digambar pada kertas gambar yang terpisah.

F8. Studi 8A


 

F9. Studi 9A


 

 F10. Studi 10A

 

 

F11. Studi 11A


F12. Studi 12A


F13. Studi 13A

 

F14. Studi 14A


F15. Studi 15A


F16. Studi 16A


DAFTAR PUSTAKA

Koswara Aji. (1996). Ukiran jepara. Tesis Magister ITB. Bandung: Tidak dipublikasikan.

Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Jepara. (1976). Risalah dan Kumpulan Perkembanagn Seni ukir Jepara. Jepara: Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Jepara.

Sudarmono dan Sukijo. ((1979). Pengetahuan Teknologi Kerajinan Ukir
Kayu. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan 1979.

The Pepin Press. (1998). Indonesian Ornamental Design. Singapore: The Pepin Press.

TRANSFORMASI BENTUK DALAM UKIRAN

Oleh Widihardjo

Pelatihan Desain Ukiran Kayu 2010, Tim FSRD ITB & PPPPTK Seni dan Budaya Yogyakarta

1. Tentang Dasar Komposisi

Dalam membuat suatu komposisi bentuk diperlukan pengetahuan dasar tentang prinsip Organisasi Visual dan Elemen atau Unsur Visual. Dengan memahami karakter dari kedua aspek di atas dapat dibuat berbagai bentuk komposisi visual yang sesuai dengan tujuan pembuatan komposisi yang ditetapkan. Baik elemen maupun prinsip visual bisa digunakan untuk mengolah unsur bentuk baik yang bersumber pada bentuk geometrik yang bersifat abstrak maupun bentuk organis yang bersumber dari alam.

Bentuk geometris bersumber dari rekaan pikiran manusia, sehingga karakternya bersifat logis dan strukturnya bisa diukur dengan alat. Sedangkan bentuk organis yang bersumber dari alam memiliki karakter yang khas yaitu tumbuh bebas sesuai dengan sifat alam yang memiliki hukumnya sendiri.

Kedua sumber bentuk tersebut dengan demikian harus dipahami sifat dan potensinya bila akan digunakan untuk membuat suatu bentuk transformasi dalam komposisi tertentu.

Prinsip organisasi visual bisa dicapai melalui berbagai cara ungkap yaitu :

  • Repetisi atau pengulangan,
  • Variasi,
  • Proporsi,
  • Transisi,
  • Penekanan,
  • Keseimbangan.

Elemen visual terdiri atas :

  • Titik,
  • Garis,
  • Bidang,
  • Volume,
  • Tekstur,
  • Warna.

 Elemen visual ini biasa disebut juga sebagai Elemen Konseptual. Dalam suatu komposisi antara elemen satu dengan lainnya memiliki ciri-ciri tertentu yang dipengaruhi oleh beberapa karakter posisi elemennya.

Karakter hubungan ini disebut Elemen Relasional yang terdiri atas :

  • Arah (Direction),
  • Posisi (Position),
  • Ruang (Space),
  • Daya Tarik (Gravity).

Secara praktik elemen yang terkait meliputi Elemen Praktik yang terdiri atas :

  • Representation, mencakup bentuk natural (alam), stilasi dan abstrak.
  • Meaning, berisi pesan yang dikandungnya,
  • Function yaitu berkaitan dengan nilai guna.

 Komposisi bisa dibuat dengan kesan datar dua dimens ional dan tiga dimensional yang didasarkan pada Prinsip Organisasi Ruang, terdiri dari bentuk:

  • Memusat, komposisi berorientasi pada pusat baik dalam arah menuju atau dari titik pusat,
  • Linier, kompisisi yang berorientasi pada garis sejajar,
  • Radiasi, komposisi yang mengikuti arah memutar, berlapis sejajar,
  • Kelompok, komposisi terdiri atas susunan kelompok,
  • Grid, komposisi yang didasarkan pada bidang yang dihasilkan oleh grid (garis potong yang membentuk bidang).

 Dengan memahami dan menguasai hal-hal di atas maka suatu komposisi yang baik bisa dikonsepkan dengan teliti dan bisa dievaluasi hasilnya dengan mudah.

2. Tentang Bentuk Dasar Geometris dan Organis

Sumber bentuk yang dipakai untuk membuat suatu komposisi bisa bersumber dari bentuk geometris maupun organis. Bentuk geometris adalah bentuk dasar yang dihasilkan oleh pikiran manusia yang terdiri dari tiga unsur bentuk dasar yaitu : bentuk segi tiga (triangle), bentuk segi empat (tetragon), dan bentuk lingkaran.

Bentuk ditentukan oleh batas pinggir dari bidang yang seringkali berupa garis. Bentuk tersebut berdimensi datar dan disebut poligon. Poligon memiliki batas bentuk yang berujud segi tiga (triangle), segi empat (tetragon), segi lima (pentagon), segi enam (hexagon).


Bentuk poligon memiliki sifat yang ditentukan oleh garis batas luarnya yang disebut convex poligon bila garis luarnya menonjol ke arah luar sehingga bentuknya menjadi gemuk. Sedangkan bila garis luarnya melengkung ke arah dalam disebut concav poligon. Guna dari bentuk convex dan concav tersebut adalah untuk menghasilkan image dimensi bila digunakan pada penggabungan dua atau lebih bentuknya.

Bentuk poligon terdiri atas dua bentuk reguler dan nonreguler. Bentuk reguler (teratur) terdiri atas :

  • Konstruksi reguler : segi tiga, bujur sangkar, lingkaran.
  • Pembagian ke dalam bidang-bidang yang bisa sama besar atau besar dan kecil dengan bentuk yang sama, misalnya bujur sangkar dibagi empat bagian, kemudian bagiannya dibagi lagi lebih kecil, dan seterusnya.
  • Keseimbangan simetris,

     

  • Penggabungan tessellations yaitu membuat gabungan poligon. Dengan prinsip tessellations ini bisa dibuat berbagai komposisi, sehingga menghasilkan berbagai image. Prinsip tesellations ini bisa menghasilkan bentuk puzzle dan pola transisi bentuk.

 Bentuk dasar geometris memiliki karakter dasar yang mengandung nilai yang bersifat tematis. Segi tiga mengandung nilai arah. Segi empat bersifat statis, kokoh dan kaku. Lingkaran bersifat memusat, mandiri, labil. Berdasarkan sifat dasar tersebut maka suatu komposisi bisa dirancang kandungan nilainya.

 Selain bentuk di atas terdapat pola bentuk yang sudah dikenal luas sebagai suatu pola yang menarik untuk digunakan membuat komposisi yaitu : Mandala, Lattice, dan bentuk Axonometri.

Bentuk organis yang bersumbar dari alam (bentuk alam) memiliki nilai dan sifat yang sangat banyak. Bentuk yang ada di alam bisa memiliki karakter yang kuat pada unsur pembentuknya. Misalnya terdapat bentuk yang dominan pada untuk titik, atau garis, atau juga bidang. Karena bentuk organis bersifat tumbuh, maka karakter bentuknya tidak bisa dikonstruksikan ke dalam bentuk geometris. Untuk bisa mengadopsi bentuk alam dibutuhkan kemampuan menganalisis karakter yang dominan dan kemampuan mengabstraksikan dengan cara menyederhanakan struktur dan bentuknya.

 Bentuk organis memiliki sifat yang khas, sehingga bila digunakan untuk membuat komposisi lebih bisa menghasilkan karakter yang dinamis dan berkesan lebih hidup.

 Beberapa karakter yang bisa diambil dari bentuk alam ini antara lain adalah :

  • Cross Section (potongan melintang) dari suatu benda alam, misalnya buah-buahan yang dipotong melintang akan menghasilkan suatu pola bentuk yang khas.


  • Sistim Axial menghasilkan bentuk simetris dlm dimensi bidang maupun garis


 Eksplorasi Pola dari bunga, sarang laba-laba, daun dan sebagainya bisa menghasilkan bentuk yang menarik.

 

  • Sistim Cabang/pencabangan misalnya cabang daun, cabang bunga.

 

 Sistim Cluster/kelompok berupa elemen bentuk yang berkelompok, misalnya kelopak bunga.

  • Pola Kristal yaitu bentuk runcing yang terdapat pada batuan, pohon yang meninggi, kerang.
  • Meander bentuk yang menyerupai awan.

Dari bentuk di atas bisa diperoleh banyak gagasan untuk menghasilkan suatu komposisi.

3. Tentang Form Generator (Penghasil Bentuk)
Teori tentang form generator digunakan untuk menghasilkan bentuk yang bisa dijadikan elemen komposisi. Unsur pembentuk elemen ini terdiri dari : tititk (point), garis (line), bidang (plane), dan volume yang berkaitan dengan ruang.

Titik sebagai elemen awal bisa mengahsilkan Garis dengan cara menggerakannya dari suatu posisi ke arah lainnya. Garis bila digerakkan dengan mengangkatnya akan menghasilkan Bidang. Bidang bila diolah dengan cara menyusun dengan mempertemukan bagian pinggirnya (batas) satu dengan lainnya akan menghasilkan ruang.

Dengan demikian hakekat dari proses membuat suatu bentuk bisa dimulai dari ketiga elemen tersebut.

Titik sebagai elemen yang bisa dilihat dapat menghasilkan :

  • Garis dan arah,
  • Berfungsi membagi ruang,
  • Menghasilkan bidang visual,
  • Menghasilkan ruang,
  • Menghasilkan gerakan dan gravitasi,
  • Menghasilkan pola.

 Garis memiliki karakter bentuk dan kualitas`permukaan, bisa lurus dan melengkung, tipis-tebal, solid-terputus-putus. Garis juga bisa berfungsi sebagai :

  • Pembagi ruang,
  • Mendeskripsikan suatu nilai bentuk,
  • Merepresentasikan karakter suatu permukaan benda,
  • Membentuk pola,
  • Sebagai notasi sistim (barcode komputer),
  • Sebagai media ekspresi pada karya seni,
  • Menghasilkan ilusi,
  • Menghasikan tone,
  • Merepresentasikan alam,
  • Merepresentasikan produk buatan manusia.

 Bidang merupakan hamparan bentuk yang merpresentasikan permukaan yang datar (dua dimensi). Bidang dan bentuk ditentukan oleh batas`pinggir berupa garis atau akhir suatu bidang. Bentuk datar dikenal sebagai poligon yang memiliki jenis sudut batas tertentu, sehingga menghasilkan suatu pengertian bentuk, seperti sudut tiga menghasilkan bentuk segi tiga (triangle), bersudut empat mengahsilakn segi empat atau bujur sangkat (tetragon), bersudut lima menghasilkan bentuk segi lima (pentagon), bersudut enem menghasilkan bentuk segi enam (hexagon).

Dengan sifat convex dan concave pada poligon dapat dihasilkan bentuk yang bila digabungkan (tessellation) menghasilkan image bentuk yang kaya.



 Volume (ruang) merupakan suatu konsep yang menjelaskan bidang yang bergerak dan memiliki arah membentuk ruang tiga dimensi yang dibatasi oleh bidang-bidang tersebut. Volume dihasilkan oleh adanya batas-batas bidang yang menghasilkan struktur bentuk tiga dimensional. Bentuk benda yang dihasilkan bisa bersifat solid ataupun berongga.

 Representasi volume bisa dicapai melalui benda tiga dimensional yang riil maupun hanya berupa kesan visual. Volume yang ditimbulkan oleh kesan visual bisa dikembangkan melalui gambar proyeksi seperti perspeftif, oblique,dan axonometri.

 Dengan membuat susunan bentuk berdasarkan elemen-elemen di atas bisa dihasilkan beragam bentuk dengan kesan dua dimensional maupun tiga dimensional.



 4. Tentang Transformasi Bentuk

Transformasi bentuk merupakan proses perubahan bentuk secara bertahap (gradual) dari suatu bentuk tertentu atau bentuk struktur atau komposisi ke bentuk lain.

Banyak cara bisa digunakan untuk mengubah suatu bentuk ke bentuk lainnya, antara lain dengan melakukan penyederhanakan unsur bentuknya atau menonjolkan salah satu bagian dari bentuk dan merubahnya secara bertahap.

Cara yang lazim digunakan dalam membuat transformasi bentuk adalah :

  • Melalui asosiasi dari suatu bentuk ke bentuk lainnya. Kemampuan asosiasi ini sangat tergantung pada daya imaginasi ketika melihat obyek bentuk yang akan ditransformasikan. Untuk itu diperlukan kemampuan kreatif yang memungkinkan fleksibilitas image bekerja untuk melakukan eksplorasi.

 

 Melalui proses penambahan atau pengurangan dari obyek yang akan ditransformasikan. Cara ini memerlukan kejelian dalam melihat potensi bagian bentuk obyek yang akan ditransformasikan, sehingga karakter baru dari bentuk yang akan dihasilkan bisa diperjelas artinya/maknanya.

 

 Dengan transformasi bentuk suatu bentuk obyek akan berubah menjadi bentuk obyek yang lain. Dengan melalui perubahan yang bertahap, maka setiap tahapan bentuk yang berubah akan menimbulkan kesan ‘animatif’ sehingga tahapan perbahannya bisa dilihat dengan jelas dan menimbulkan perasaan yang ‘mengalir’ dari suatu bentuk benda yang memiliki nilai dan makna tertentu menjadi bentuk benda baru yang bernilai dan bermakna baru pula.

Proses transformasi bentuk bisa dilakukan pada benda atau obyek apapun, baik yang berasal dari benda di alam maupun benda buatan manusia (produk industri). Transformasi bisa dilakukan pada unsur atau elemen bentuk visual titik, garis, atau bidang.



Untuk bisa memantau tahapan perubahan bentuk yang ditransformasikan sistim komposisi yang digunakan harus yang bisa mendukungnya. Bidang komposisi yang biasa digunakan adalah bidang komposisi yang tebagi dalam bentuk grid. Bidang komposisi dengan grid bisa disusun sesuai dengan kebutuhan, misalnya bentuk bujur sangkar akan menghasilkan jumlah grid yang sama pada arah vertikal dan horisontalnya, maupun diagonalnya.


Referensi

 Charles Wallschlaeger & Cynthia Busic Snyder, Basic Visual Conceps and Principles for Artists, Architects, and Designers, Win C Brown Publisher, USA, 1992.

Nicholas Roukes, Design Synectic, Stimulating Dreativity in Design, Davis Publications, Worcester, Massachusetts, 1988.

Wucius Wong, Principles of Form and Design, Van Nostrand Reinhold Company, New York, 1993.

 

KOMPOSISI ESTETIK UKIRAN

Elemen Visual pada Ornamen oleh Aji Koswara

Pelatihan Desain dan Ukir Kayu 2010, Tim FSRD ITB & PPPPTK Seni dan Budaya Yogyakarta.

 

 PENDAHULUAN

  1. Ornamen ukiran di desain untuk memberikan keindahan tertentu pada suatu barang atau produk, walaupun demikian secara estetis keberadaannya pada benda atau produk harus ditempatkan sebagai satu keseluruhan dari keseluruhan suatu produk, bukan sesuatu yang ditempelkan atau ditambahkan. Ornamen ukiran menjadi elemen yang bersama-sama dengan elemen lainnya memberi kontribusi pada baik buruknya suatu produk. Kegiatan merancang ornamen merupakan bagian dari keseluruhan kegiatan merancang suatu produk. Kedudukan ornamen yang demikian menyebabkan ornamen ukiran tidak saja hanya untuk memperidah suatu produk tetapi juga digunakan untuk menyampaikan tema atau bahkan makna-makna simbolis tertentu.

    Keberadaan keduanya penting, khususnya karena konteks pembelajaran ini menempatkan gagasan-gagasan kreatif sebagai dasar untuk dapat mendesain ornamen ukiran pada suatu benda atau produk tertentu. Pemahaman yang mendalam tentang keberadaan keduanya diperlukan untuk dapat melihat, mempelajari dan memahami dan menghargai karya-karya ukiran para “Mpu”, para ahli yang mumpuni di berbagai negara, serta para pengukir yang telah menghasilkan karya-karya ukir yang secara signifikan diakui keindahan karyanya sebagai gaya ukiran adiluhung yang mencitrakan perajin dan asal atau sejarah keberadaannya.

  2. TUJUAN PEMBELAJARAN

    Setelah selesai mengikuti pembelajaran atau pelatihan ini, peserta pelatihan diharapkan memiliki pengetahuan dan pemahaman serta dapat membuat desain unsur-unsur visual ukiran, motif ukiran dan Ornamen ukiran pada suatu komposisi ukiran yang memiliki nilai estetis.

  3. PENDEKATAN PEMBELAJARAN

    Pendekatan pembelajaran yang digunakan adalah pendekatan pembelajaran individual, sehingga peserta didik dituntut untuk mengembangkan daya kreatifitasnya, sehingga tidak saja dapat mengetahui dan memahami pengetahuan yang disampaikan, tetapi dia juga dituntut untuk dapat merealisasikannya, berupa gambar-gambar rancangan komposisi ukiran.

  1. SALING HUBUNGAN ANTARA ELEMEN VISUAL, MOTIF DAN ORNAMEN UKIRAN.

    Pertanyaan mendasar yang menjadi pedoman dalam runtutan pembelajaran ini meliputi (1) Apa sajakah yang dimaksud dengan elemen visual ukiran?, (2) Bagaimanakah persamaan dan perbedaan antara elemen visual ukiran dengan elemen visual ornamen?, (3) Bagaimankah saling hubungan antara elemen visual, motif dan ornamen ukiran? dan yang ke (4) Bagaimanakah dasar penyusunan komposisi estetik pada ukiran?.

D.1 Elemen Visual Ukiran

Elemen visual ukiran terdiri dari: Titik, Garis, Bidang. Tekstur, Warna, Volume/Bentuk dan Bayangan . Elemen elemen visual itu tidak selalu muncul pada setiap ukiran dan kemunculannya sangat tergantung pada rancangan ukiran yang ingin ditampilkan. Elemen garis, bidang dan tekstur merupakan elemen yang selalu ada pada setiap ukiran. Ukiran dibentuk oleh pahat ukir yang membagi-bagi bidang dengan raut bentuk garis dan sekaligus bidang, serta jejak pahat ukir memberikan tekstur tertentu pada permukaan kayu serta menghadirkan volume cekung, cembung dan datar bahkan lubang yang tembus.


Gambar No: D/1

Elemen-Elemen Visual Garis, Bidang & Ruang.Motif Ukiran Jepara pada Pintu Lama Mesjid Jepara (Digambar kembali oleh: Aji.K 2010)

D.2 Motif Ukiran

    Motif ukiran dibentuk oleh sebagian atau seluruh elemen visual ukiran. Motif adalah suatu konfigurasi elemen visual yang disusun menjadi satu kesatuan yang menjadi suatu tema tertentu ketika diterapkan menjadi suatu ornamen. Misalnya motif tumbuhan, motif sulur-suluran atau motif bunga seperti pada motif Jepara di bawah ini.


Gambar No: D/2 Motif Bunga ( A, B) pada ukiran Jepara klasik

Digambar oleh Aji.K (2010)

Motif-motif di atas menunjukan citarasa estetik perajinnya yang tinggi, tampak di sini kemampuan menghadirkan ukiran bunga yang terkesan benar-benar 3 dimensi (gambar B) dengan proporsi persepektifis yang dibuat dengan cermat.

 

 Gambar No: D/3

Elemen garis dan bentukan Volume/Bentuk Ukiran I. (Aji.K :2010)

Perbedaan tinggi rendah dan bentuk permukaan hasil pahat ukir akan membentuk volume tertentu. Motif di sulur-suluran(Gambar No B/3), seakan menggambarkan satu sekuen, yang sekuen berikutnya merupakan pengulangan serta penyesuaian arah dan gerak motif dengan produk yang di desain dengan mengunakan ornamen ukiran tertentu. Pada motif semacam ini terbuka peluang pengayaan ornamen dengan menambahkan raut visual lainnya, jika dianggap akan memberi nilai tambah pada estetika produk.Motif di atas dibuat dengan memakai elemen visual garis, walaupun demikian ruang-ruang diantara garis membentu bidang baru. Tampak di sini bidang “daun” dan bidang dasar (“lemahan”). Daun dibentuk cekung dan ada perbedaan tinggi antara daun dan dasar ukiran sehngga membentuk volume.

 

 Gambar No: D/4

Elemen garis dan bentukan Volume/Bentuk . (Aji.K :2010)

 Pada gambar no B/4 tampak elemen garis sangat dominan, ini artinya bahwa rancangan ukiran bisa menghadirkan penguatan-penguatan penggunaan elemen visualnya. Motif ukiran dengan posisi simetris seperti ini berbeda pengembangannya dengan motif suluran pada gambar B/3. Posisinya yang simetris menyiratkan beberapa hal. Pertama: motif ini bida menjadi ornamen langsung jika dipergunakan seperti apa yang tampak sekarang. Misalnya pada Headboard tempat tidur, laci meja atau bidang-bidang lain yang cenderung simetris. Kedua, jika motif ini dipergunakan pada bidang lain yang berbeda dari yang pertama, maka motif ini jika diperlukan akan dapat diperpanjang ke arah kiri dan kekanan, tetapi kedudukannya tetap simetris. Masalah yang harus dihadapi adalah pengembangan desainnya, karena pada waktu memperpanjang ke kiri dan ke kanan. Motif yang sudah ada (B/4) mengikat kita untuk menghadirkan ornamen ukiran yang utuh secara estetis.

 

Gambar No: D/5

Elemen Garis dan Bentukan Volume pada Gaya Ukiran Bali Klasik. (Digambar kembali oleh Aji.K dari sumber “Risalah Perkembangan Seni ukir jepara 1979 , 2010)

Pada gaya ukiran klasik Bali, tampak elemen garis yang sangat lentur dan luwes, proporsi bidang-bidang yang dirancang memperlihatkan kepekaan dan cita rasa estetis tinggi akan komposisi garis dan bidang yang membentuk ruang tiga dimensi. Gaya ukiran klasik lainnya yang memiliki keindahan yang sama terkenalnya antara lain: Gaya ukiran Pajajaran, Jepara, Surakarta, Jogyakarta, Madura, Pekalongan, Majapahit, dan Mataram. Di Kalimantan, Sumatera, Papua , Toraja serta daerah-daerah lainya terdapat gaya ukiran yang keindahannya merupakan representasi dari budaya masyarakatnya dengan cita rasa estetik dan keterampilan tangan perajinnya yang sangat tinggi.Misalnya motif ukiran suku Dayak yang sangat unik, juga motif ukiran Toraja dengan bentuk geometris yang kaya makna, juga ukiran Minangkabau yang kaya warna dan ukiran dari Sumatera Utara dan Aceh Darusalam.

Sebaran kegiatan mengukir yang sangat luas juga diikuti dengan sebutan-sebutan gaya ukiran yang banyak pula. Motif Meander, Motif-Tumpal, Motif -Swastika, Motif Berlian, motif Bunga-Cengkeh, Motif-Awan, Motif-Karang (Cirebon), Motif-Kawung, Motif Roset, begitu pula nama nama motif berdasarkan nama binatang,buah-buahan, tumbuhan atau binatang, misalnya motif burung merak,

Keberadaan Motif Ukiran klasik tampak kuat terkait erat dengan budaya kerajaan pada masanya. Budaya Keraton atau Kerajaan telah melahirkan gaya-gaya ukiran yang mencerminkan keagungan kerajaan pada masanya. Perkembangan seperti ini memberi tantangan baru bagi para perajin masa kini untuk menghadirkan ukiran yang sesuai dengan semangat zaman, masa kini.


Gambar No: D/6

Sketsa Gagasan Motif Radial (Aji. K 2010)

Motif dengan pola Radial atau memusat seperti ini cenderung berdiri sendiri, artinya motif yang dibuat bisa langsung menjadi ornamen. Perhatian harus ditekankan pada kecenderungan motif menjadi terkesan statis, sehingga setiap elemen visual yang membentuknya di desain untuk mengurangi atau bahkan menghilangkan sifata statis tersebut. Studi di atas mencoba mengeliminir ke statisan dengan memberi ‘gerak’ yang dinamis pada elemen visual garisnya. Walaupun demikian tidak semua motif harus memperlihatkan karakter yang dinamis, sebagian justru membuat motif yang sebaliknya. “Statis” dan “dinamis” nya suatu motif ditentukan oleh kebutuhannya, yaitu untuk produk yang bagaimanakah motif ini direncanakan.

D.3 Ornamen

    Kata ‘Ornamen’ atau ‘Ragam-Hias’ ukiran mencirikan bahwa elemen visual-motif ukiran sudah diterapkan pada suatu produk. Ornamen ukiran secara estetis tidak berdiri sendiri, ukiran telah menjadi bagian utuh dari suatu produk yang desain ukiran dan penempatannya telah dipilih atau dirancang secara saling keterkaitan dengan elemen-elemen visual suatu produk. Di bawah ini contoh ornamen dengan gaya ukir Jepara yang terdapat pada bagian atas sebuah lemari pakaian di Jepara.


Gambar No: D/7

Ornamen Ukiran pada sebuah Lemari Pakaian di Jepara

Digambar oleh: Aji.K(2010)

Ornamen ukiran sulur-suluran ini menggunakan motif daun, konfigurasinya sudah di rancang untuk di tempatkan di atas sebuah lemari. Rancangan Ornamen ukiran dan rancangan lemari pakaian dilakukan sebagai satu keutuhan proses desain. Ornamen ukiran memberi kontribusi estetis yang bermakna pada penampilan sebuah lemari pakaian.


Gambar No: D/8

Elemen Ukiran Pada sebuah panel kayu (Aji.K 2010)

D.4 Hubungan Unsur Visual, Motif dan Ornamen Ukiran

 Unsur-unsur visual pada suatu Ornamen terdiri dari sebagian atau seluruhnya dari unsur visual Ukiran. Ornamen yang diterapkan pada suatu produk merupakan saling-hubungan antara Elemen-elemen visual, motif Ornamen dan jenis dan fungsi barang atau produk. Saling hubungan itu dapat digambarkan pada diagram di bawah ini:

UNSUR VISUAL

UKIRAN

MOTIF

ORNAMEN


Titik, Garis, Bidang.

Volume, Bentuk,

Pola, Komponen, Bayangan

Satu entity dari

Susunan keseluruhan

atau sebagian Unsur

Visual

Konfigurasi motif-motif disusun menjadi entity baru yang merupakan bagian dari suatu produk


Karakteristik

visual

Raut Bentuk Estetis,

Makna/Simbolik

Pengembangan kualitas

Estetis& Penerapannya

 Visualisasi raut bentuk dengan menggunakan Pahat ukir pada bidang kayu

Cekung-Cembung

Lurus-Lengkung

Dangkal-Dalam

Bulat-Persegi

Tembus-Tak tembus

Simetris-Asimetris

Geometris-Organis

2 Dimensi-3Dimensi

Halus-Kasar dst


  Diagram No: D/1

Saling Hubungan antara Elemen Visual, Motif dan Ornamen Ukiran .

  Diagram tersebut lebih memberi kejelasan tentang pengertian-pengertian unsur visual ukiran, motif ukiran dan ornamen ukiran. Unsur visual yang sifatnya bisa alami dan bisa buatan pada ukiran adalah tekstur kayu, dan berikutnya akan dibahas secara ringkas kayu sebagai bahan baku ukiran.

  1. KARAKTERISTIK KAYU DAN MENGENAL RAGAM PERMUKAAN SERTA RUANG UKIRAN

 Kayu sebagai bahan alami jenisnya sangat banyak dan tiap kayu memiliki karakteristik teknis dan penampilan visual yang berbeda.Sebagian dan yang sering kita kenal misalnya kayu jati, mahoni, sonokeling, bangkirai, resak, dstnya. Hasil penelitian para ahli bidang kayu menunjukan bahwa kayu digolongkan pada empat tingkat berdasarkan keawetan, kekuatan dan penggunaannya. Kayu tingkat I, misalnya kayu Jati, bangkirai, Sonokeling, Belian dan sebgaianya. Kayu tingkat dua misalanya. Misalnya Rasamala, Walikukun, Sonokembang, Kayu kelas III misalnya Kamper, Puspa, Mahoni, Keruwing sedangkan Kayu kelas IV misalnya meranti, Suren dan Durian.

        Keindahan kayu dari sudut pandang sebagai bahan ukiran adalah: (a) secara visual berkaitan dengan tekstur dan penampilan serat-sertanya, (b) secara teknis mengukir berkaitan dengan kemudahan teknik pembentukannya yang menggunakan pahat ukir dan yang terakhir (c) daya tahan terhadap hama perusak kayu. Kayu jati selama ini memang meiliki karakteristik seperti itu sehingga banyak digunakan oleh para perajin ukiran. Walaupun demikian, jika kekurangan yang ada pada satu jenis kayu dapat diatasi, maka banyak pilihan kayu yang dapat digunakan sebagai bahan untuk membuat ukiran. Kayu mahoni misalnya, penampilan serat dan warnanya bagus sekali, juga dapat dikerjakan dengan mudah dan hasilnya baik, tetapi kayu ini sering dimakan hama (bubuk) sehngga membentuk bolong-bolong atau lubang kecil pada permukaan kayu. Kayu mahoni banyak menjadi banyak digunakan ukiran setelah mengalami proses pengawetan terlebih dahulu. Tidak semua kayu baik sebagai bahan ukiran , karena karakterik kekerasannya tidak baik atau sulit untuk diukir, atau kayunya terlalu lunak.

        Unsur visual ukiran pada kayu, terdiri (a) unsur visual alami yang diakibatkan oleh jenis dan sifat-sifat kayu, seperti ragam arah, besaran serat kayu dan warna alami kayu, serta (b) titik, garis, bidang, tekstur dan volume yang pembentukannya dilakukan dengan menggunakan pahat ukir. Pemilihan, dan pembuatan motif ukiran dan kemudian motif dirancang menjadi ornamen.. Jejak pahat ukir wujud visualnya bergantung pada bentuk pisau pahat ukir yang jumlahnya rata-rata sampai 36 mata pahat ukir. Jejak yang dihasilkan oleh pahat ukir itulah yang kita sebt sebagai ukiran. Secara teknis terbuka kemungkinan untuk membuat beragam jejak pahat ukir pada bidang kayu.

 Gambar-gambar berikut memperlihatkan jejak pahat ukiran yang selama ini banyak digunakan para perajin

 

 


 Gambar No: E/1

Tekstur dan permukaan kayu Hasil Ukiran (Aji.K.20010).

 Ragam bentuk permukaan pada hasil ukiran sangat beragam tergantung pada rancangannya. Permukaan ukiran bisa datar, cekung dan atau cembung dengan tekstur yang beragam pula: halus kasar, bergaris-garis atau titik-titik sejauh yang diinginkan perancangnya dan aspek teknis yang bisa dicapai oleh pahat ukir. Pengetahuan kayu sebagai bahan baku ukiran dan ragam pahat ukir yang jumlahnya banyak serta keterampilan memilih dan menggunakannya merupakan aspek teknis yang diperlukan oleh seorang praktisi ukiran.

  1. KOMPOSISI ESTETIK UKIRAN

    Komposisi estetik ukiran merupakan tahap penyusunan dari elemen-elemen visual ukiran dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip desain sebagai acuan dalam memilih, menggubah dan menentukan komposisi yang akan dibuat.

Prinsip-prinsip Desain ukiran terdiri dari : (1) Proporsi, (2) Keseimbangan, (3) Irama, (4) Kesatuan., Harmoni.

 F.1 Proporsi pada ukiran sangat kompleks, karena proporsi memperbandingkan tidak saja panjang, lebar dan kedalaman ukiran sebagai suatu produk, tetapi pada saat yang sama juga memperbandingkan kualitas dan jumlah bidang cekung dan cembung serta bidang datar, juga garis-garis yang dibentuk oleh torehan pahat ukir yang halus, lentur atau kaku. Perbandingan yang lain adalah kedalaman ruang tak tembus dengan ruang tembus. Estetika ukiran merupakan perbandingan satu elemen dengan elemen lainnya secara menyeluruh.

Untuk lebih merasakan prinsip proporsi pada komposisi estetik ukiran gambar-gambar ukiran ini mencoba lebih menjelaskan hal tersebut sebagai berikut:

 Proporsi dilihat dan diperbandingkan hubungan dimensional antara, pertama: antara X-X1 dengan Y-Y1 yang merupakan dimensi panjang dan lebar ujung setangkai daun. Kedua, hal yang serupa dilakukan antara A1, A2 dan A3 yang merupakan bidang daun dan ‘arah-gerak daun’. Ketiga, antara arah dan besaran garis-garis torehan: lentur, kaku, halus yang terdapat pada motif daun G1, G2 dan G3 dan keempat: Komposisi dari keluasan, kelengkungan atau kedataran bidang-bidang PQRS.

Estetika komposisi ukiran dibentuk oleh keterpaduan permainan ketiganya. Pada Estetika , termasuk estetika pada komposisi ukiran sifat subyektifitas berperan dalam menentukan estetik atau kurang estetiknya suatu komposisi ukiran. Latihan membuat komposisi ukiran, mengamati komposisi ukiran baik melalui literatur/buku atau dengan kesenangan dalam melihat beragam ukiran kesemuanya akan memberi wawasan estetik yang berguna dalam ‘menilai’ estetik tidaknya suatu komposisi ukiran.

 

 Gambar No: F/1

Komposisi Estetik pada sebuah Ukiran

 F.2 Keseimbangan adalah ukuran yang dapat bersifat teknis, tetapi jugayang bersifat “rasa” dalam melihat dan merasakan ada tidaknya keseimbangan pada sebuah komposisi ukiran. Apakah komposisi ukiran itu seimbang atau kurang seimbang?. Gambar berikut bisa digunakan untuk lebih menjelaskan prinsip keseimbangan pada komposisi ukiran.

Gambar No: F/2

Komposisi Ukiran Motif Daun dan Bunga.

(Digambar Aji.K 2010)

 Dua buah pola komposisi, yang satu komposisi dengan pola simetris dan pola komposisi asimetris. Adakah keseimbangan pada keduanya?.

 F.3 Irama pada karya ukir dapat berupa pengulangan ‘raut bentuk”, atau garis-garis ‘torehan’ atau ‘ruang atau relung’ yang dapat membawa si penglihat pada titik perhatian yang menjadi sentral dari sebuah ukiran.

 Irama pada sebuah ukiran biasanya sangat mudah ditangkap oleh indera mata.



Gambar No: F/3

Arah dan Gerak motif ukiran yang Ritmis.

(Digambar dari ukiran oleh: Aji.K 2010)

 Melakukan analisis gerakan dari elemenyang ada pada ukiran dan melihat, mengamati arah dan gerak yang sama, kemudian berubah dan kembali pada arah dan gerak semula merupakan ciri adanya irama pada komposisi ukiran. Keberadaannya tidak hanya dapat dirasakan tetapi sekaligus dapat dirasakan, seperti tampak pada komposisi ukiran di atas.

 F.4 Kesatuan atau dengan kata lain Harmoni sebenarnya merupakan akumulasi dari terjadinya saling hubungan dari berbagai elemen yang dapat dilihat dan dirasakan keberadaannya secara utuh.

  1. TUGAS LATIHAN

     Membuat gambar kerja maupun membuat gambar sketsa sekarang telah dipermudah dengan bantuan teknologi komputer. Walaupun demikian, keterampilan menggambar dengan tangan tetap dibutuhkan, bahkan tetap merupakan dasar keahlian yang sangat mendukung profesi perancang ukiran. Tugas latihan pertama merupakan latihan untuk meningkatkan keahlian menggambar dengan tangan.

 G.1 Goreskanlah alat gambar yang dipegang bapak dan selama menggoreskan alat gambar bapak berusaha mengendalikan arah dan gerakan tangan dengan santai untuk menggambar apa yang ada pada pikiran bapak.

G.2 Semua peserta memiliki pengalaman dengan kegiatan menggambar dan membuat ukiran. Buatlah beragam garis dan bidang yang mengingatkan bahwa arah, gerak dari garis dan bentuk bidang tersebut bisa ada pada sebuah ukiran. Gambar yang diminta bukan gambar ukiran hanya mencoba mengingat esensi dari elemen visual garis dan bidang.

G.3 Semua peserta tidak saja pernah membuat gambar komposisi ukiran tetapi juga membuat ukirannya. Cobalah mengingatnya dan buatlah gambar sketsanya semirip mungkin dengan ukiran yang pernah ada .

G.4 Gambarlah arah dan gerak motif ukiran di atas (E3) dengan garis panah.

G.5 Di bawah ini ada contoh studi sketsa perpektif suatu motif tertentu mulai dari sudut pandang frontal menjadi berbgai sudut pandang.


 Gambar No: G/1

Studi Sketsa perspektif Motif Ukiran

 Tugasnya adalah:
pertama tentukan satu motif dan gambarkan pada sisi yang paling kiri kemudian secara berturut-turut gerakanlah motif itu dan gambarkan pada kotak-kotak berikutnya.

  1. PENUTUP

 Hand out ini menyajikan gambaran ringkas mengenai pembelajaran berbagai ringkas mengenai berbagai aspek yang berkaitan dengan elemen visual dan ornamen. Pembahasan, diskusi dan praktek mendesain selama pelatihan akan memperkaya bahan ajar yang disampaikan pada sesi ini Pelatihan mencoba untuk menyegarkan pengetahuan tentang sesuatu yang selama ini dekat, bahkan mengenalnya dengan baik, yaitu elemen visual dalam ukiran, yang lebih khusus lagi dilihat dari aspek komposisi estetik pada ukiran.

Materi pelatihan merupakan materi teori dan praktek, maka diharapkan pemahaman pengetahuan teoritis yang telah disampaikan akan dapat terbaca pada sketsa atau gambar dari tugas-tugas yang diberikan.

Pelatihan ini juga bisa jadi merupakan awal kerja keras dan penuh ketekunan karena untuk menghasilkan ornaman ukiran pada suatu produk yang baik, membutuhkan pengetahuan, keterampilan dan perencanaan yang baik seperti yang kita lakukan bersama hari ini.

DAFTAR PUSTAKA

 Koswara Aji. (1996). Ukiran jepara. Tesis Magister ITB. Bandung: Tidak dipublikasikan.

   Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Jepara. (1976). Risalah dan Kumpulan Perkembanagn Seni ukir Jepara. Jepara: Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Jepara.

Sudarmono dan Sukijo. ((1979). Pengetahuan Teknologi Kerajinan Ukir
Kayu. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan 1979.

The Pepin Press. (1998). Indonesian Ornamental Design. Singapore: The Pepin Press.